28π • LuJ

22 13 7
                                    

Bab 28
-Desak-

π

"Lucas!"

Niat untuk mengejar Jingga yang tengah diseret oleh beberapa orang pun terurung. Sosok siswa seangkatannya datang dengan napas terengah, membuat Langit mengerutkan dahi heran.

"Ngapa lo lari-lari? Mau bayar utang?" tanya Langit enteng.

Laki-laki itu menyorot kesal dalam napasnya yang belum jua terkontrol baik. "Yang ada elo yang punya utang sama gue!"

Langit menepuk dahinya, kemudian terkekeh geli. "Oh iya, haha, suka lupa gue, kan jadi enak. Bentar," katanya seraya merogoh saku kemeja sekolah, lalu mengeluarkan selembar uang dua puluh ribu dan menyodorkannya. "Segitu 'kan?"

Lepas mengalihkan lembar uang tersebut pada pemilik aslinya, Langit bersiap melangkah kembali sesuai tujuan awalnya; menghampiri Jingga. Namun, laki-laki tadi menarik lengan kemejanya hingga membuat niatnya kembali tertunda.

"Apa lagi? Kelebihan uangnya? Yaudah cepet balikin sini," ujar Langit sembari mengeluarkan telapak tangannya, lantas dibalas tepisan oleh lawan bicaranya.

"Mana ada!"

Langit berdecak malas. "Terus apa lagi? Gue sibuk nih, time is money you know?"

"Hanna. Dia di UKS, cariin lo," tandasnya langsung ke inti.

Mendengar itu Langit mengernyit bingung, kemudian berkata, "lah kenapa cari gue? Emang gue anak pmr? Kotak obat juga kaga gue kantongin. Ada-ada aja dah bocah."

Laki-laki itu mengedikkan bahunya singkat. "Mana gue tau, dia nyuruh gue cari lo."

"Mau bae di suruh-suruh," timpal Langit asal.

"Ye, bukan gitu. Lo nggak tau apa, kalo si Hanna abis ditusuk Jingga sampe perutnya berdarah-darah?" Pertanyaan itu seketika membuat Langit membelalakkan matanya terkejut. "Jingga temen lo 'kan?"

"I—ya." Langit mengangguk dengan keraguan sekaligus kebingungan, ia sungguh tidak paham dengan apa yang terjadi. "Bentar-bentar, jadi tadi Jingga diseret orang-orang tuh gara-gara ini?"

Laki-laki itu mengangguk yakin. Sementara Langit melakukan hal sebaliknya yaitu menggelengkan kepala, tak langsung memercayai dari satu sumber informasi.

"Nggak. Iya gue tau dia galak bin tukang marah, tapi dia nggak sesadis itu," sanggahnya. "Pasti ada yang nggak beres."

"Terserah lo, intinya gue cuma ngasih tau aja lo dicariin Hanna."

Tanpa banyak berpikir dan menghabiskan waktu lebih banyak lagi, Langit manggut-manggut lalu menepuk bahu laki-laki yang memberikan info pada nya, kemudian meninggalkan kata, "makasih, makasih," sebelum akhirnya melangkah pergi meninggalkan tempatnya semula berdiri.

Mengubah tujuan semula, pergi menuju ke tempat Hanna berada, unit kesehatan.

π

Ceklek.

"Eh, ada apa ini?"

Pertanyaan Bu Neni yang nampak terkejut sekaligus kelimpungan melihat gerombolan siswanya tiba-tiba memaksa masuk ruangan BK itu, tidak segera terjawab.

Mereka menjaga ketat Jingga yang bahkan tidak ada terbesit niat pun untuk kabur, bergerombol seolah akan melakukan demo dadakan.

Sampai di detik kemudian, orang-orang yang membelenggu tangan Jingga yang seolah seperti seorang tahanan, pun mendorong gadis itu dengan kasar ke arah Bu Neni.

Langit Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang