18π •LuJ

25 14 7
                                    

Bab 18
-List-

π

Pandangan mata Jingga belum lepas dari cowok yang baru saja berpamitan untuk pulang setelah mengantarnya dengan selamat sampai gerbang rumah. Setelah cowok itu benar-benar menghilang, barulah Jingga memutar balik tubuhnya dan melangkah lebih dekat pada gerbang.

Ketika hendak memegang gagangnya, lengan kirinya ditarik tiba-tiba, sementara dia yang belum siap pun ikut terseret beberapa langkah.

"Kenapa pulang sama Fajar?"

Jingga merotasikan matanya saat mengetahui siapa pelakunya, kemudian menghempaskan cengkeraman sosok itu.

"Dan lo, kenapa pulang sama Hanna?" balasnya tak mau kalah. "Ya iya gue tau dia pacar lo, tapi kan tadi gue bilang jangan balik duluan, apa budeg kuping lo kagak denger?"

"Tadi tuh gue—"

"Hassttt sstt sssttt!" potong Jingga dengan jengah. Dia mengangkat telunjuknya untuk membungkam alasan apapun yang akan Langit katakan.

"Apa pun tentang lo itu udah nggak penting buat gue, termasuk alasan lo yang ninggalin gue tadi," ujar Jingga yang menyiratkan kekesalan dari penekanan kata juga tatapan matanya.

Langit terdiam sejenak, tak langsung membalas kata-katanya seperti biasa, cowok itu hanya menatapnya di tempat. Jingga yang sudah muak dengan kehadiran Langit pun bersiap kembali pada tujuan awalnya; masuk rumah.

"Kalo lo masih mau di sini sampe besok sambil bengong begitu, silahkan. Gue mau masuk," pamitnya.

Jingga kembali memutar balikkan arah tubuhnya, lalu melangkah mendekat pada gerbang rumahnya yang berwarna hitam. Dan lagi, kegiatan memegang gagang gerbang untuk upaya masuk ke dalam rumahnya, kembali terdistraksi sejenak.

"Udah nggak penting, berarti apapun tentang gue pernah penting buat lo?"

Pertanyaan itu membuat Jingga terkejut bukan main, dan segera menyesali mulutnya yang keceplosan. Tapi segera pula dia mendapati alasan lain yang masuk akal, lantas Jingga kembali menoleh ke arah berdirinya Langit. "Ya iya lah, lo 'kan sahabat gue."

"Tapi 'kan kita masih sahabat sampe sekarang?"

"Ih, siapa bilang?"

"Gue, barusan." Jingga tak membalas lagi, dia memilih melangkah memasuki area rumahnya. "Atau lo mau lebih dari sahabat?"

Jingga kembali menghentikan langkah untuk berbalik menatap Langit terkejut. Tapi cowok itu malah cengengesan. "Ampun, gue bercanda doang kok, hehehe."

Hembusan napas kasar keluar dari hidung Jingga, gadis itu beralih lagi untuk melanjutkan langkahnya semula.

"Tapi gue pernah penting ya, Jing?"

"Woy, Jingga!"

Kali ini Jingga tak ingin menggubris lagi, dia mempercepat langkahnya masuk ke dalam rumah. Membiarkan Langit membual sendirian di depan rumahnya sampai ditemukan papanya.

π

"... gue suka sama lo, Jingga."

Jingga mengusap wajahnya kasar, berulangkali dia menghembuskan napasnya dengan frustasi. Kalimat Fajar di sekolah tadi membuatnya bimbang sendiri.

Langit Untuk JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang