Bab-Hilang

1.2K 134 4
                                    


Terkadang saya penasaran, untuk apa kita hidup? Banyak orang yang dengan mudah menyebut kata kehilang tapi pada kenyataannya yang namnya kehilangan itu sangat menyakitkan, yang namanya kehilang itu tidak bener-bener hilang



Aldebaran terbangung dengan kondisi badan yang masih sedikit lemas, walaupun begitu Aldebaran tetap akan menjalankan aktivitas seperti biasanya, kalau disuruh untuk memilih antara berdiam diri di kamar atau bekerja, Aldebaran lebih memilih untuk bekerja, ketika bekerja Aldebaran akan lelah karena mengerjakan sesuatu sedangkan ketika berada didalam kamar Aldebaran hanya akan merasa lelah dengan isi kepalanya.

Ketika hendak beranjak ke kamar mandi, Roy dengan senyum cerahnya datang menghampiri Al dengan membawa nampan berisi segelas susu hangat dan juga roti dengan selai coklat kesukaanya.

"Ngapain lo?" ucap Aldebaran dengan tatapan datar.

"Pake nanya ngapain lagi, ya gue bawain makanan lah,"

"Tumben,"

"mau ngga nih, kalau ngga mau gue balikin lagi ke meja makan,"

"Taruh aja disitu, Nanti gue makan,"

"Gitu dong, gue taruh sini ya,"

"Lo abis kenapa? abis nangis lo?," ucap Aldebaran ketika melihat roy yang akan beranjak pergi

"Ya kali gue nangis ngga lah, lo kali yang habis nangis," bagaimanapun ketika seseorang yang terutama memiliki hubungan darah, ketika melihat salah satu anggota keluarganya terpuruk, ia juga akan ikut merasakan, begitu juga roy ketika melihat Alebaran hancur dan juga untuk pertama kalinya Roy melihat nyatanya orang yang telihat kuat bisa juga telihat sangat rapuh.

"Kepo,"

"Kuliah gimana? jangan motoran terus, kuliah yang bener,"

"Bawel lo, gue udah gede, bisa urus hidup gue sendiri,"

"Bagus deh, sana pergi,"

"Tunggu dulu!," ucap Roy

"Apa lagi?,"

"Lo ngga dibolehin berangkat ke kantor sama Mama sama Papa,"

"Sok tau lo, gue udah gede, ngga perlu di larang-larang,"

"Kalau ngga percaya lo tanya aja sana,"

Aldebaran hanya bisa menghela nafas pasrah, kejadian semalam pasti membuat kedua orang tuanya khwatir, alih-alih pergi ke ruang makan Adebaran masih terduduk ditepi ranjangnya.

"Al?," ucap roy ketika akan menutup pintu

"Apa lagi?,"

"kalau lo butuh sesuatu lo punya gue, lo bisa minta tolong ke gue," setelah itu Roy menutup pintu kamar Aldebaran.

Pada bagian ini Aldebaran kadang merasa senang sekaligus benci, senang karena memiliki keluarga yang sangat menyayanginya benci karena al tidak suka dengan belas kasian, baginya dalam hidup tidak mau merepotkan orang lain, biarlah orang menganggapnya egois, tapi bagi Al, cukup dirinya saja, karena baginya orang yang bisa menyelesaikan semuanya adalah diri sendiri. Memang perlu dalam hidup kita berbagi cerita, tapi seadanya saja, mau kita cerita semuanya pun orang lain tidak dapat membantu

Ketika banyak mengalami kehilangan tidak sekalipun ia berduka, ia hanya bisa diam menyaksikan lalu lalang orang menangis, pada awalnya ia selalu merasa ikhlas, tapi nyatanya ia tidak bisa ikhlas.

Ketika hendak kembali beranjak, Rosa masuk ke salam kamarnya, dengan raut senyum, sebuah ekspresi yang sangat Aldebran suka, rosa duduk disamping Aldebaran, dengan lembut Al memegangi tangan sang Mama sambil mengelusnya.

2ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang