Kenneth tetap diam saat ia diberitahu bahwa Helena mengunjungi Viktor saat ia dan Margaret pergi keluar istana kemarin. Lelaki itu berpikir, sama seperti Margaret yang juga terdiam di sebelahnya. Ia tak mengeluarkan kalimat apapun, takut Kenneth akan meledak sewaktu - waktu.
"Mengapa kau diam saja sejak tadi ?" Tanya Kenneth tepat sasaran. Margaret menggeleng cepat saat Kenneth menyadari hal tersebut.
"Tak ada apa - apa, Yang Mulia. Apakah tidurmu nyenyak semalam ?" Ia mencoba mengalihkan pembicaraan ini namun Kenneth adalah orang yang tidak dapat dikelabuhi.
"Kau tidak pernah bertanya seperti itu padaku, permaisuri. Katakan apa yang sedang kau pikirkan saat ini." Ia tetap menagih jawaban dari Margaret. Perempuan itu tersenyum. Sedetik kemudian ia meletakkan cangkirnya di atas meja.
"Aku tidak memikirkan apapun."
"Kau yakin ?"
"Bukankah seharusnya aku yang bertanya demikian, Yang Mulia ? Aku tahu kau sedang memikirkan sesuatu. Akupun juga. Sepertinya kita memikirkan hal yang sama." Ujarnya jujur. Kenneth terdiam seketika sembari menatap lurus Margaret.
"Aku tidak ingin membicarakannya." Kenneth memilih lari dari topik pembicaraan tersebut namun Margaret justru menggenggam tangannya, seakan tahu kekhawatiran lelaki tersebut.
"Jangan dipikirkan, Yang Mulia. Aku akan bicara dengan ibu suri nanti."
"Terima kasih." Ia memaksa tersenyum singkat semata - mata agar Margaret tak merasa terbebani.
"Yang Mulia, kau punya aku disini."
"Aku tahu." Sahutnya cepat. Benar saja, Margaret tersenyum kemudian meletakkan kepalanya di pundak Kenneth. Ia tetap menggenggam tangan lelaki tersebut sambil memainkan jari - jarinya. Perasaan Margaret menjadi lebih tenang lagi ketika ia melihat cincin yang melingkar di jari manis Kenneth.
"Kau adalah lelaki beristri." Ujarnya tiba - tiba.
"Dan kau adalah wanita bersuami." Kenneth menyambungnya.
"Aku merasa beruntung, Yang Mulia. Dapat merasakan cinta di dalam pernikahan adalah hal yang sangat jarang terjadi."
"Tapi orang tidak akan menikah bila mereka tidak saling mencintai, Margaret."
"Maksudku, khusus dalam lingkungan istana." Margaret mengangkat kepalanya sembari menatap Kenneth lekat - lekat.
"Aku heran bagaimana orang - orang bisa iri dengan keluarga istana. Mereka tidak tahu beban seperti apa yang ada di dalam sini." Ujarnya mendalam, menyambung kalimatnya yang terputus tadi.
"Orang - orang di luar sana tidak akan tahu bagaimana rasanya tersenyum dengan paksa walaupun detik itu juga kita ingin menangis. Benar, istana adalah wujud dari kesempurnaan. Namun orang waras tahu bahwa kesempurnaan itu tidak nyata."
Margaret terdiam mendengar ucapan Kenneth. Apa yang keluar dari mulut lelaki itu adalah hal - hal krusial dimana Margaret selalu menemukan hal baru untuk dipelajari. Lelaki itu benar. Orang - orang terlalu melebih - lebihkan rumor mengenai kehidupan di istana. Bergelimang harta memang menyenangkan, namun mereka lupa ada hal - hal yang tak dapat dibeli dengan uang.
"Kau benar." Hanya itu yang dapat diucapkan Margaret sekarang.
"Aku menduga bahwa ibu pasti membicarakan sesuatu yang penting dengan ayah. Ada hal - hal yang belum selesai dan ibu ingin menyelesaikannya sekarang juga. Mungkin ia merasa ini adalah waktu yang tepat. Pernikahan mereka memang sangat buruk."
"Yang Mulia, apakah mereka akan bercerai ?" Tanya Margaret hati - hati. Kenneth terdiam sejenak, berpikir dalam sebelum menjawab pertanyaan seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD DAYS - Bride for The King
Historical FictionWRITTEN IN BAHASA THIS STORY IS WRITTEN ORIGINALLY BY ME, NO PLAGIARISM ALLOWED *** #1 on Sejarah (January 1st, 2023) #1 on King (Oct 10th, 2022) #1 on Smart (Dec 27th, 2023) #2 on Complicated (Aug 20th, 2022) #2 on Historical (Oct 25th, 2022) #2 on...