Margaret sengaja menunggu seseorang melewati Witchave. Ia sengaja pergi diam - diam tanpa pelayan agar ia bisa mengawasi dengan tenang. Tentu saja ia memastikan agar tak terlihat oleh prajurit. Selain itu, Margaret juga tak mau merepotkan siapapun di kastil ini mengingat ini adalah kastil raja.
"Panglima !" Panggilnya tak terlalu keras, membuat Cedric menoleh saat ada yang memanggilnya dari lorong kecil. Margaret bersyukur saat lelaki itu tak sengaja lewat di depannya.
"Yang Mulia ? Apa yang kau lakukan disini ? Mari ku antar kembali ke atas, Yang Mulia Raja bisa marah besar bila melihatmu berkeliaran disini." Cedric tampak sangat khawatir. Hari ini benar - benar sangat menegangkan untuknya. Pertama, sebuah kejahatan besar tiba - tiba terungkap begitu saja. Kedua, permaisuri berkeliaran di bawah padahal ia tak boleh terlihat oleh siapapun. Pangeran Albert pasti masih mencari keberadaannya.
"Tunggu, ada apa dengan wajahmu ?" Margaret mengernyit bingung.
"Tak apa, permaisuri."
"Panglima Cedric, siapa yang memukulmu hingga memar seperti itu ?" Margaret tetap bertahan pada pertanyaan awalnya. Cedric tersenyum sekilas sambil menatapnya lurus.
"Kira - kira siapa yang bisa memukul seorang panglima bila bukan..."
"Raja ?" Sahut Margaret cepat.
"Apa benar raja yang memukulmu ?" Tanyanya hati - hati. Cedric diam sejenak sebelum akhirnya berani menganggukkan kepalanya.
"Sebaiknya kau kembali sekarang, permaisuri. Bila Yang Mulia Raja melihatmu disini, ia akan memarahi orang se-istana nanti."
"Aku disini untuk menunggu seseorang lewat. Aku sebenarnya hanya ingin menanyakan keadaan raja saat ini. Tapi sepertinya raja memang sedang marah pada semua orang." Margaret terdengar menyesal disana.
"Apa kau tahu penyebabnya ?" Cedric spontan mengernyit.
"Aku tahu. Seharusnya aku tidak berkata sembarangan di depannya."
"Jadi kau yang memberitahu Yang Mulia Raja mengenai insiden di paviliun Burrow ?"
"Bagaimana kau bisa tahu ?" Perempuan itu terkejut. Cedric tersenyum miring sambil menggeleng.
"Raja sedang mempermasalahkannya, permaisuri. Ini akan menjadi kasus besar karena raja sendiri yang mengusutnya. Aku bahkan sudah menerima perintah untuk menangkap Rowena. Ibu suri juga akan ikut diinterogasi."
Margaret memekik terkejut disana. Ia menutup mulutnya sendiri, tak menyangka bila Kenneth benar - benar semarah itu. Perempuan itu mengutuk dirinya sendiri, mengapa ia tidak bisa menjaga mulutnya dengan baik di istana ini.
"Aku akan bicara pada raja nanti. Ini tidak boleh terjadi, panglima." Matanya berkaca - kaca disana.
"Jangan ikut campur, Yang Mulia. Kau sudah terlanjur melakukannya. Kau tidak bisa bicara dengan raja semudah itu. Jangan membuat suasana semakin panas." Cedric menegaskan kalimatnya disana.
"Aku harus bagaimana, panglima ? Bantu aku." Ia hampir saja menangis namun ia menahannya kuat - kuat. Cedric menghela nafasnya singkat sambil berpikir apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
"Kau akan mengalami kesulitan bila berurusan dengan ibu suri. Satu - satunya hal yang bisa kau lakukan sekarang adalah diam dan tak mengungkitnya sama sekali di depan siapapun. Baik di depan raja, bahkan di depan Elise sekalipun. Elise dan Marriandra baru saja dipanggil untuk memberikan kesaksiannya. Jangan sampai mereka tahu bahwa kau sendiri yang membocorkannya ke telinga raja. Biarkan aku mengatur sisanya. Kau hanya perlu diam, Yang Mulia. Ingat itu."
"Baiklah, aku tahu akan diam." Margaret mengusap matanya sendiri untuk menghilangkan air mata yang menggenang di ujung matanya.
"Berarti kau juga yang memberitahu Yang Mulia Raja bahwa aku mengikutinya ke paviliunmu ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD DAYS - Bride for The King
Fiksi SejarahWRITTEN IN BAHASA THIS STORY IS WRITTEN ORIGINALLY BY ME, NO PLAGIARISM ALLOWED *** #1 on Sejarah (January 1st, 2023) #1 on King (Oct 10th, 2022) #1 on Smart (Dec 27th, 2023) #2 on Complicated (Aug 20th, 2022) #2 on Historical (Oct 25th, 2022) #2 on...