Kenneth melirik ke sekeliling saat ia tak bisa menemukan Margaret di tempat awalnya. Lelaki itu menoleh, Margaret benar - benar tak ada disana. Lelaki itu segera beralih begitu saja, tak mempedulikan orang - orang yang sedang mengarah padanya. Kenneth tak ingin bicara lagi, itu benar - benar formalitas saja.
"Yang Mulia." Cedric muncul di depannya.
"Dimana permaisuri ?" Tanyanya langsung. Cedric memberi kode untuk menjauh dari kerumunan dan Kenneth menangkapnya dengan baik.
"Ada apa ?" Wajah lelaki itu menjadi tegas seketika.
"Permaisuri sudah keluar sejak tadi. Ia sepertinya tidak betah disini, Yang Mulia. Permaisuri sempat menyinggung banyak hal."
"Apa saja ?"
"Orang - orang lebih suka berbicara urusan kerajaan, semacam itu. Selain tidak begitu tahu mengenai urusan kerajaan, permaisuri merasa hal seperti itu tidak pantas ditanyakan mengingat ini adalah momen perayaan hari besar."
"Aku sudah memperingatinya tadi untuk tak berekspetasi banyak. Ini Dakota, hal seperti itu memang selalu terjadi." Kenneth menggeleng pelan.
"Lalu bagaimana selanjutnya, Yang Mulia ? Apakah kita akan kembali sekarang ?"
"Tidak, kita akan pergi ke Lavedette."
"Lavedette ?" Cedric mengernyit tak percaya. Pasalnya Lavedette adalah sebuah kota kecil yang berada di sisi timur barat Dakota. Tak ada apa - apa disana.
"Benar, Lavedette. Permaisuri senang sekali saat aku membawanya keluar istana. Aku hanya ingin ia mendapat sesuatu sesuai dengan ekspetasinya. Apa yang ada di bayangannya tidak akan ia temukan di Dakota."
"Tapi kita harus membawa prajurit lebih bila kita akan melewati perbatasan Dakota. Keselamatanmu adalah hal utama Yang Mulia."
"Tak perlu, panglima. Kita akan datang dengan selamat, pulang dengan selamat pula. Siapa yang berani mengangguku ?" Sesaat kemudian Kenneth menepuk bahunya lalu pergi ke luar. Lelaki itu pasti menyusul Margaret, Cedric tahu itu. Ia tak banyak bicara melainkan segera menjalankan perintah Kenneth.
***
Sama sekali tak ada pembicaraan di dalam kereta. Margaret tampaknya masih kesal dengan kejadian tadi. Kenneth sendiri diam sambil menatap luar, sesekali ia melirik Margaret yang sedang melamun sendiri.
"Apakah kau mencoba makanannya tadi ?" Tanya Kenneth tiba - tiba. Margaret hanya menggeleng karena ia memang tak menyentuh apapun disana.
"Mengapa ?"
"Makanannya hampir sama dengan makanan istana." Jawabnya asal. Padahal tak sepenuhnya seperti itu.
"Kau bosan dengan makanan istana ? Kau bisa meminta menu yang kau inginkan."
"Tidak seperti itu." Margaret spontan menoleh dengan wajah kesalnya sedangkan Kenneth hanya menatapnya datar, seolah berkata, 'Ada apa ?'
"Lupakan saja." Perempuan itu membuang pandangan lagi. Ia merasa tak bisa berkata apa - apa di depan Kenneth. Margaret ingat bahwa ia harus menjaga mulutnya baik - baik di depan Kenneth. Apapun yang dikatakannya pasti akan didengar Kenneth. Justru karena hal itulah ia tak bisa sembarangan mengadu. Margaret bisa membayangkan hal - hal buruk yang akan terjadi bila ia menceritakan semua kekesalannya selama di dalam gedung tadi. Padahal Kenneth juga sudah mendengarnya dari Cedric walaupun tak lengkap.
"Sudah ku bilang untuk tidak meletakkan ekspetasi yang terlalu tinggi."
"Aku tahu, ini memang salahku."
"Margaret, aku tidak menyalahkanmu." Kenneth menatapnya tegas walaupun suaranya sangat lembut. Margaret tetap tidak bergeming. Sepertinya Kenneth baru saja membuat perasaannya semakin memburuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD DAYS - Bride for The King
Historical FictionWRITTEN IN BAHASA THIS STORY IS WRITTEN ORIGINALLY BY ME, NO PLAGIARISM ALLOWED *** #1 on Sejarah (January 1st, 2023) #1 on King (Oct 10th, 2022) #1 on Smart (Dec 27th, 2023) #2 on Complicated (Aug 20th, 2022) #2 on Historical (Oct 25th, 2022) #2 on...