Bab 1

388 71 85
                                    

Rembulan tengah menggantung di langit Kota Fortsouth yang tenang. Kerlip bintang bertaburan menghiasi angkasa kala hampir semua orang masih terlelap dalam pelukan dunia mimpi.

Namun, tidak demikian yang terjadi di kastel Fortsouth. Gideon dan Aileen mendadak terbangun dari lelapnya karena keributan di luar kamar.

"Ada apa?" bisik Aileen pada suaminya.

"Entahlah, akan kulihat." Gideon bangkit dari pembaringan dan melangkah perlahan. Suara-suara teriakan tadi mendadak lenyap berganti kesunyian ganjil.

Belum sempat menerka apa yang terjadi, tiba-tiba pintu terbuka karena didobrak dari luar. Gideon terkejut dan mundur beberapa langkah.

Seseorang berpakaian dan berpenutup wajah hitam merangsek masuk dan langsung meletakkan pedang di leher Gideon.

"S-siapa kau? Apa maumu?" tanya Gideon dengan suara bergetar.

Dengan tangan kiri, penyusup itu membuka penutup wajah, memperlihatkan sesosok pria paruh baya berambut hitam sebahu dan berkumis tebal.

"Arden?" gagap Gideon. Ia benar-benar tak menyangka, orang yang paling dekat dengannya itu kini tega berkhianat.

Sang penasihat menyeringai penuh kemenangan.

"K-kenapa?" Gideon tergagap. Jantungnya berdebar cepat diiringi peluh yang mulai menetes membanjiri wajah. Sementara itu, Aileen duduk terdiam sambil gemetar ketakutan di atas pembaringan.

"Huh ... kau benar-benar bodoh," sinis Arden.

Setelah itu, Arden mengayunkan pedang dan menggorok leher Gideon. Membunuhnya seketika.

Aileen langsung menjerit histeris. Sementara itu, Arden mulai melangkah mendekat. Tanpa mempedulikan tangisnya, pengkhianat itu meletakkan pedang di leher sang wanita.

"TOLOOONG!!" teriak Aileen.

"Diamlah! Percuma saja kau minta tolong. Para penjaga yang setia padamu sudah kubunuh semua."

Aileen yang ketakutan menggigit bibir kuat-kuat, berusaha menghentikan isak tangisnya. Namun percuma saja, air matanya enggan berhenti mengalir.

Arden lalu mengikat Aileen dan menyumpal mulutnya dengan kain. Bersamaan dengan itu, seseorang dengan pakaian dan penutup wajah hitam lain masuk ke situ sambil menggelandang kesatria terakhir yang masih setia pada Gideon.

"Kerja bagus," gumam Arden. Ia lalu mengambil pisau dan menusuk perut kesatria itu, membunuhnya tanpa ragu.

Aileen terus menangis tanpa suara menyaksikan pembunuhan keji di hadapannya.

"Bereskan kekacauan ini!" ujar Arden pada para pengawalnya.

Beberapa orang lalu masuk untuk mengangkat mayat Gideon dan kestria setianya, membawanya untuk disemayamkan bersama jasad yang lain.

Setelah itu, Arden menutup pintu dan menguncinya. Ia berjalan pelan mendekati Aileen dan berjongkok di sebelahnya. "Ikuti saja apa kataku dan nyawa anakmu akan selamat." Ia lalu membuka kain yang menyumpal mulut sang wanita.

"K-kenapa?" ratap Aileen penuh kepedihan.

"Kekuasaan, tentu saja. Kau pikir selama ini aku puas hanya menjadi orang nomor dua?" Arden tersenyum miring. "Kelompok Harduin mendekatiku saat kalian pergi ke Kingsfort untuk melamar Putri Isabel. Bersama-sama, kami merencanakan kudeta malam ini," sahut Arden.

"Kau setuju bekerja sama dengan mereka? Kau pasti akan menyesal."

Arden menyunggingkan seulas senyum miring. "Aku punya cara sendiri."

Putra Penyihir - Raung KehancuranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang