Karena semua sudah sepakat, Susan dan Jack pun melompat ke portal sihir—dan sekejap kemudian tiba di Pulau Amui.
Embusan angin pantai beriring debur ombak yang tenang menyambut rungu dan menenangkan jiwa. Pepohonan kelapa berayun gemulai seolah berdansa dengan sang bayu. Susan menarik napas panjang, dan untuk beberapa saat terdiam, menikmati suasana yang sudah lama ia tinggalkan.
"Kau ingin menghabiskan waktu di sini dulu?" tanya Jack yang melihat putrinya menikmati suasana.
"Eh, t-tidak. Ayo kita pergi," sahut Susan sambil melangkahkan kaki menjauhi pantai.
Jack hanya tersenyum tipis melihat tingkah putrinya. Perasaan hangat kini terasa memenuhi jiwanya yang—setelah sekian lama—akhirnya bisa punya waktu berdua bersama sang buah hati.
"Ayo, Ayah!" seru Susan ketika melihat Jack masih terdiam di tempatnya.
Mendengar panggilan putrinya, Jack lenyap dan seketika muncul di sebelah Susan. "Tenang saja, aku tak akan tertinggal," sahutnya sambil tersenyum.
"Ayah curang," sahut Susan sambil mencebik.
Melihat itu, Jack pun mecolek pipi Susan gemas. "Ayo jalan," ujarnya kemudian.
Keduanya lalu berjalan berdampingan menembus hutan sambil bernostalgia. Susan menceritakan kembali bagaimana dulu ia berlatih memanah dan menggunakan senjata tiup khas suku Amui. Berkat kemampuannya itulah ia akhirnya berhasil bertahan dan mengalahkan Victor. Tak lupa, ia juga bercerita mengenai Pogna yang telah berkorban baginya.
Dalam hati, Jack pun merasa sangat bersalah karena meninggalkan putrinya itu selama belasan tahun. "Maafkan aku," lirihnya. "Aku sudah membuatmu sangat menderita selama ini."
Susan menatap Jack dengan senyum tersungging. "Yang penting, saat ini kita sudah kembali bersama," sahutnya sambil menyeka mata yang terasa basah.
"Terima kasih." Jack lalu merangkul Susan penuh sayang.
Keduanya melanjutkan perjalanan melintasi pepohonan hingga akhirnya tiba di perkampungan. Dalam perjalanan, Susan menyapa beberapa orang yang dikenalnya. Ia lalu pergi ke rumah Abe dan Sara, berharap bisa bertemu dengan kedua sosok yang sudah ia anggap seperti orang tua sendiri.
"Permisi," ucap Susan sambil mengetuk pintu.
Tak lama, Sara pun membukakan pintu. Ia sempat tertegun sejenak ketika melihat siapa yang datang. Detik berikutnya mereka saling berpelukan.
"Susan? Astaga! Kau kembali," sapa Sara semringah sementara setitik air mata haru menggenang di pelupuknya.
"Ya, begitulah," sahut Susan ikut larut dalam haru. Ia tentu gembira karena bisa bertemu lagi dengan orang-orang yang sangat baik padanya.
"Oh ya, ini Jack, ayahku yang hilang selama belasan tahun," ujar Susan memperkenalkan.
Jack pun tersenyum untuk menyapa Sara. "Kau masih mengingatku?" taya Jack. Bagaimanapun juga, ia dulu juga pernah tinggal di Pulau Amui.
"Yah ... sedikit," sahut Sara sambil mengusap matanya yang basah. "Omong-omong, apa yang membawa kalian kemari?"
"Kami bermaksud meminta beberapa buah Amou untuk membuat ramuan sihir," sahut Susan apa adanya.
"Tapi, saat ini pohon amou belum waktunya berbuah. Mungkin beberapa hari lagi."
"Tak apa, kami bisa menunggu," sahut Jack. "Kurasa dia juga akan senang bisa bernostalgia selama beberapa hari," ujarnya sambil tersenyum menatap Susan.
"Oh ya, di mana Paman Abe?" tanya Susan kemudian. Sejak tiba di perkampungan dan bertemu para warga, ia belum melihat sosok pria itu.
Namun, mendengar pertanyaan itu Sara justru terdiam. Air mukanya mendadak berubah sendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Penyihir - Raung Kehancuran
Fantasi[Buku ketiga dari seri Putra Penyihir] Kehidupan Gladys yang awalnya bahagia berubah nestapa hanya dalam semalam. Tangisnya pecah dari balik jeruji besi, sementara ia tak tahu lagi siapa kawan siapa lawan. Malam itu, ia terusir dari rumahnya dan ter...