Beberapa hari berselang hingga akhirnya Daniel---bersama pasukannya---tiba di Kingsfort. Karena sudah mendapat laporan sebelumnya, keluarga raja pun bersiap di atas tembok kota menyaksikan kedatangan pasukan Doria.
Setelah cukup dekat dengan tembok kota, Daniel maju seorang diri meninggalkan barisan. Ia lalu berteriak sambil mengangkat medali Bram yang ia temukan di hutan, "BRAM AGERD DARI KINGSFORT!"
Sementara itu, mengetahui kenyataan bahwa pertarungan kali ini bisa jadi tidak berakhir sesuai harapan, Bram memanfaatkan momen untuk berpisah dengan orang-orang terdekat.
"Maaf, sudah menimbulkan masalah ini. Aku akan membereskannya," ujarnya di telinga Agra.
Tanpa kata, Agra hanya membalas pelukan Bram erat sambil menepuk-nepuk punggungnya.
"Keluar dan bertarung dengan jantan, atau kembalikan istriku!" teriak Daniel tak sabar.
Bram lalu berpaling dan memeluk Anna. "Terima kasih atas bantuanmu menyelamatkan Isabel waktu itu, doakan aku semoga bisa membereskan ini," lirih Bram.
Anna pun terisak sambil membalas pelukan Bram erat-erat. "Jangan mati." Hanya itu pesan yang sanggup ia ucapkan.
"KELUAR KAU! BRAM PENGECUT!" teriak Daniel lagi.
Setelah berpelukan dengan yang lain, Bram ganti memeluk Isabel.
"Apakah kau yakin dengan ini?" bisik Isabel dengan tubuh gemetar. Ia sangat takut jika sampai harus kehilangan Bram.
Bram mengangguk tegas. "Lebih baik aku mati daripada melihatmu menderita di sisinya."
Tak ada kata lagi yang sanggup terucap. Hanya linangan air mata yang berbicara.
Tanpa suara, Isabel pun hanya bisa pasrah ketika Bram mulai melepas pelukan mereka.
Keduanya saling memandang lalu Bram mengecup kening Isabel. Dan selama beberapa detik, waktu seolah terhenti.
Setelah itu Bram berpaling. Ia melangkah menuruni tangga tanpa menoleh lagi. Gerbang kota lalu dibuka dan Bram pun keluar, meninggalkan Isabel jatuh terduduk dalam derai air mata. Sesaat kemudian Anna datang pada Isabel dan memeluknya untuk memberi kekuatan.
Kala itu sinar hangat mentari tengah tertutup awan sementara angin bertiup sepoi-sepoi. Meski suasana cukup teduh, hal itu sama sekali tak mampu menurunkan ketegangan antara Bram dan Daniel. Keduanya saling menatap dengan sorot mata tajam.
"Tak kusangka, ternyata kau cukup bernyali," sindir Daniel pada Bram. Ia mengenakan zirah pelindung dada sementara kepalanya terlindung helmet. Perisai dan tombak menjadi pilihan senjatanya dalam duel kali itu.
Sementara itu, Bram mengenakan pelindung yang lebih ringan dan memilih kusarigama sebagai senjata. Kusarigama adalah senjata kombinasi antara sabit tajam yang dikemas dengan rantai, sehingga penggunanya bisa memanfaatkan jarak dan kelincahan sebagai kekuatan utamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Penyihir - Raung Kehancuran
Fantasi[Buku ketiga dari seri Putra Penyihir] Kehidupan Gladys yang awalnya bahagia berubah nestapa hanya dalam semalam. Tangisnya pecah dari balik jeruji besi, sementara ia tak tahu lagi siapa kawan siapa lawan. Malam itu, ia terusir dari rumahnya dan ter...