Bab 27

78 23 46
                                    

Matahari sudah tinggi ketika Peter dan Jane terbangun dari tidurnya. Setelah meregangkan tubuh sejenak, mereka melangkah keluar dari gua. Suasana di luar masih cukup dingin. Hamparan salju menutupi permukaan tanah dan menempel di ranting-ranting pohon.

Tak begitu jauh, ada seekor rusa sedang mengais salju untuk mendapatkan makanan.

"Sepertinya ada buruan mudah," ujar Peter. Ia pun bersiap mengeluarkan sihir untuk nelumpuhkannya. Namun, detik itu juga, tampak seorang pria bersama seekor anjing yang datang mendekati rusa itu.

"Astaga, kau di sini rupanya, aku sudah mencarimu ke mana-mana," gumamnya sambil mengalungkan tali ke leher si rusa. Ia lalu menarik binatang itu pergi.

"Mungkinkah dia yang bernama Kildan?" tanya Jane.

"Mungkin saja. Ayo kita ikuti ke mana perginya," sahut Peter.

Keduanya pun berjalan mendaki lereng mengekori sang pria melalui pohon-pohon cemara yang menjulang tinggi. Lapisan salju yang menutupi tanah membuat perjalanan mereka sedikit tersendat. Meski rencana awal mereka adalah kembali ke Arvendale untuk menuju Kingsfort, rasa penasaran mendorong keduanya untuk mengubah rencana. Peluangnya cukup besar bahwa pria itu adalah Kildan. Sangat jarang orang yang tinggal di lereng gunung dengan cuaca sedingin ini.

Tak lama berjalan, mereka akhirnya tiba di sebuah pondok kayu sederhana. Tak jauh dari situ ada hamparan padang salju yang cukup luas, tempat sekelompok rusa kutub sedang mengais-ngais untuk mendapatkan makanan. Beberapa ekor anjing terlihat menjaga di sekitar mereka.

"Sepertinya ia bukan orang jahat, ayo kita temui langsung saja," ujar Jane sambil melangkah mendekat diikuti Peter.

"Selamat siang, kami mencari seseorang bernama Kildan, apakah kau mengenalnya?" tanya Jane langsung pada intinya.

"Ya, itu aku," sahut sang pria datar. Rahangnya cukup tirus untuk ukuran seorang pria. Kulitnya putih pucat sementara rambutnya berwarna keperakan terurai hingga menutupi telinga. Ia berdiri tegap dalam balutan mantel kulit rusa.

"Syukurlah akhirnya kami menemukanmu," ujar Peter.

"Apakah ada yang bisa kubantu?"

"Kami datang jauh-jauh untuk meminta bantuanmu mendapatkan sebuah tongkat sihir," sahut Peter apa adanya.

"Maaf, tapi aku sudah lama tidak membuat tongkat sihir lagi. Kekuatanku sudah habis. Kalian pergilah!" Kildan lalu berbalik hendak masuk ke rumah.

"Aku Peter Cornell, murid Ronald Alane."

Mendengar nama Ronald disebut, Kildan berhenti sejenak lalu berbalik menatap Peter lagi. "Kau sungguh muridnya?"

"Benar, Tuan," sahut Peter mantap.

"Tunjukkan!"

Peter lalu mengeluarkan secarik kertas berisi pesan Ronald.

Setelah melihat itu, Kildan mempersilakan kedua tamunya masuk. Sebuah perapian menyala di tengah-tengah ruangan membuat suasana jadi lebih hangat. Peter dan Jane lalu mengambil tempat duduk yang ada di situ.

"Jadi bagaimana kabar Ronald? Di mana dia sekarang?" tanya Kildan.

"Dia baik-baik saja di Girondin," sahut Peter. Ia sama sekali belum mengetahui bencana yang sudah terjadi.

"Baguslah kalau dia baik-baik saja," gumam Kildan sambil tersenyum. "Aku berutang budi padanya. Dulu dia menolongku ketika seorang penyihir jahat memaksaku membuat sebuah tongkat sihir untuknya."

"Penyihir jahat?" tanya Peter.

"Ya, tapi kalian tak perlu khawatir. Dia sudah mati."

Peter dan Jane menghela napas lega. Mereka jelas tak menginginkan musuh yang baru.

Putra Penyihir - Raung KehancuranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang