Pagi itu para kaum Dwarf tengah berkumpul di sebuah padang rumput tempat di mana Kingrac akan melakukan eksekusi terhadap Gladys, Evelyn serta dua perempuan budak. Begitu mendengar kabar itu, Borin, Will, dan Thikram pun berangkat dengan tergesa. Mereka tiba di sana ketika banyak orang telah berkumpul sementara Gladys dan yang lainnya berlutut dalam kondisi terikat di tengah lapangan.
"Keempat manusia ini telah menyusup ke wilayah kita! Mereka tak bisa dibiarkan lolos atau keberadaan kita akan diketahui!" ujar Kingrac lantang.
"Tunggu dulu! Mereka sama sekali tidak bersalah!" Tanpa takut, Thikram maju dari tengah-tengah kerumunan dan menentang Kingrac. Napasnya memburu dan wajahnya memerah. Ia baru saja berlari melintasi desa agar tiba di situ tepat waktu.
"Kau ..." Kingrac tersenyum sinis melihat putrinya. "Kau tak punya kuasa apa pun di sini,"
"Aku memang tidak, tapi dia punya," ujar Thikram sambil memandang Borin dan mengayunkan tangan, memintanya maju.
Namun, pemuda itu hanya menatap kosong.
"Maju, Idiot!" bisik Thikram sambil mendelik. Sementara itu, Kingrac mulai tertawa mengejek. "Hahaha ... ia bahkan tak berani melangkah."
"Uh ... y-a, baiklah," sahut Borin terbata. Dengan langkah berat, ia pun maju sambil menenteng kapak dan perisai ayahnya.
Melihat itu, orang-orang pun mulai bergunjing.
"Itu milik Raja Glarmarck."
"Dari mana dia mendapatkannya?"
"Benarkah dia putra Glarmarck?"
"Apakah dia mencurinya?"
Sementara itu Thikram mengangkat tangan untuk menenangkan para Dwarf. Ia lalu berkata lantang, "Dia adalah Borin, putra Glarmarck. Pewaris yang sah atas takhta di Gunung Grimforge."
"Hahahaha ... Kau pikir pemuda culun seperti dia bisa mengalahkan aku?" Kingrac tertawa terbahak melihat penampilan Borin yang sama sekali tidak meyakinkan.
"Tegak dan busungkan dadamu," bisik Thikram pada Borin.
"I-iya ..." Borin pun menurut saja. Ia berusaha membusungkan dada tapi tetap saja perutnya terlihat lebih maju.
"Hahaha ..." Melihat itu, para dwarf yang lain pun ikut menertawakan Borin.
"Bawa mereka menyingkir. Aku ingin lihat apa yang bisa dilakukan bocah ini," ujar Kingrac pada para prajurit yang menjaga tawanan.
"Majulah," bisik Thikram pada Borin. Lapangan kini telah kosong karena Gladys dan yang lain telah diseret menepi.
"I-i-iya," gagap Borin sambil melangkah pelan mendekati Kingrac.
"Lihat, anak ini baru belajar berjalan. Hahaha ...." Kingrac tertawa keras diikuti oleh para Dwarf yang lain. Sementara itu, wajah Borin memerah karena malu. Namun, karena sudah kepalang basah, ia tetap memasang kuda-kudanya di hadapan Kingrac.
"Kau akan menyesali ini," desis Kingrac sambil mengangkat kapak dan perisainya. Detik itu juga raut wajahnya berubah serius. Aura menyeramkan pun menguar, membuat suasana mendadak hening mencekam.
"Bersiaplah." Setelah itu, Kingrac pun merangsek maju dengan kapak teracung di udara. Meski bertubuh lebih pendek, gerakannya sangat gesit.
Sambil terkesiap, Borin mengangkat perisai untuk menahan serangan lawan. Namun, hantaman itu sangat kuat, memaksanya mundur beberapa langkah sambil terhuyung. Jantungnya seketika berdetak lebih kencang. Ia tak pernah membayangkan harus melawan musuh sekuat itu.
Seketika fokusnya kembali, Kingrac sudah menyerang lagi, kali ini menyasar kaki.
Beruntung pemuda itu masih sempat melompat ke samping untuk menghindari tebasan lawan. Ia pun memasang kembali kuda-kudanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Penyihir - Raung Kehancuran
Fantasía[Buku ketiga dari seri Putra Penyihir] Kehidupan Gladys yang awalnya bahagia berubah nestapa hanya dalam semalam. Tangisnya pecah dari balik jeruji besi, sementara ia tak tahu lagi siapa kawan siapa lawan. Malam itu, ia terusir dari rumahnya dan ter...