Bab 6

96 31 52
                                    

Borin menghela napas panjang. Setelah beberapa hari perjalanan, ia akhirnya tiba di sebuah hutan tak jauh dari Gunung Grimforge. Karena sudah hampir gelap, pemuda itu memutuskan beristirahat di bawah pohon sambil menghangatkan tubuh dekat perapian.

Sepotong ayam panggang hasil buruan Tarsa---serigala ciptaannya---menjadi santapannya kala itu. Meski belum bisa bertahan lama, ia cukup beruntung sudah bisa menciptakan seekor serigala.

Ketika sedang asyik melahap makanan, tiba-tiba terdengar suara geraman dari dari balik kegelapan. Tubuh Borin langsung menegang dan tatapannya beralih ke sumber suara.

Tiga ekor serigala liar tampak berjalan mendekat karena tertarik dengan makanan Borin---atau barangkali tubuh berisi pemuda itu.

Borin segera bangkit dan bersiaga dengan senjata sementara Tarsa ikut berdiri sambil menggeram memamerkan taring.

"PERGI!" hardik Borin sambil mengayun-ayunkan kapak dan bersiaga dengan perisai.

Namun, ketiga predator itu tampak tidak peduli dengan ancaman Borin. Mereka terus berjalan mendekat sambil menggeram.

Merasakan ancaman terhadap tuannya, Tarsa menggeram semakin keras. Ia menunduk sambil memasang pose siaga.

Ketika perseteruan tampaknya sudah hampir pecah, tiba-tiba terdengar suara lolongan lain dari balik pepohonan hutan. Ketiga serigala liar tadi mendadak berhenti menggeram dan bergerak mundur.

Borin menoleh ke sekelilingnya untuk mencari sang sumber suara.

Sesosok perempuan bertubuh pendek keluar dari balik belantara sambil menggenggam dua bilah kapak. Rambutnya merah sementara kulitnya putih berbalut mantel bulu yang hangat. Sambil menatap Borin tajam, ia mengelus puncak kepala serigala-serigala liar itu.

"S-siapa kau?" desis Borin, masih dengan kapak teracung.

"Aku lah yang seharusnya bertanya. Siapa kau? Dari mana kau mendapatkan kapak dan perisai itu?"

Borin hanya terdiam tak menyahut. Keduanya saling bertatap selama beberapa saat sebelum akhirnya perempuan itu berkata, "Namaku Thikram, seorang dwarf."

Ia lalu berbalik memunggungi Borin dan melangkah pergi. "Ikut aku," ujarnya kemudian sambil melambaikan tangan memanggil.

Meski ragu, rasa penasaran Borin yang lebih kuat mendorongnya melangkah mengikuti dwarf perempuan itu.

Tak begitu jauh berjalan, mereka akhirnya tiba di sebuah gua dengan perapian menyala di dalamnya. "Selamat datang di rumahku," ujar Thikram.

"Jadi kau tinggal di sini? Seorang diri?" tanya Borin keheranan.

Thikram mengangguk lalu duduk di dekat perapian sementara ketiga serigala liar tadi pergi untuk mencari buruan lain.

Suasana hening. Hanya gemeretak ranting terbakar yang terdengar kala itu. Borin duduk sambil mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

Gua itu tidak terlalu besar tetapi cukup nyaman. Tak ada apa pun di sana selain tumpukan jerami kering di sudut. Sepertinya itu tempat Thikram biasa beristirahat.

"Di mana dwarf yang lain?" Borin akhirnya bertanya memecah kesunyian.

"Mereka di atas gunung," sahut Thikram singkat sambil mempermainkan ranting di perapian.

Untuk sesaat, keduanya terdiam lagi.

"Lalu kenapa kau tinggal sendirian di sini?" tanya Borin.

"Aku kabur."

"Kenapa?"

Mendengar pertanyaan itu Thikram menatap mata Borin dalam-dalam. "Aku tidak akan bercerita sampai aku tahu siapa kau dan apa tujuanmu kemari," tegasnya.

Putra Penyihir - Raung KehancuranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang