Bab 33

80 27 52
                                    

Malam berganti pagi. Para pasukan pemberontak diperkirakan akan tiba di Kingsfort dalam beberapa saat lagi. Andrew beserta para kepala pasukan berdiri di atas tembok selatan dengan gelisah. Kaum dwarf dengan kapak dan perisai yang terbuat dari kristal armelin juga telah bergabung dalam barisan bersama para pasukan.

Peperangan akan segera pecah.

Beberapa saat kemudian, derap langkah disertai geraman mulai terdengar. Ratusan, ribuan, puluhan ribu, bahkan ratusan ribu pasukan musuh menampakkan diri dan berbaris di kejauhan. Ketegangan terasa mengambang, mengisi ruang-ruang kosong di antara para pasukan yang berdiri dalam barisan.

Stevan, Arden, Karl, Jack, dan Dickens berada di barisan depan. Sebelum memasuki jarak tembak para pemanah musuh, mereka mengangkat tangan, memberikan isyarat pada pasukan untuk berhenti sejenak.

"Lakukanlah," ujar Stevan pada Jack.

Sambil menatap Andrew di kejauhan, Jack melakukan gerakan memutar tangan sambil merapal sebaris mantra.

Andrew terhenyak ketika di sebelahnya tiba-tiba muncul sebuah portal sihir berdiameter sekitar tiga puluh sentimeter. Sehelai surat terlempar dari situ, dan sedetik kemudian, portal itu lenyap.

Dipenuhi rasa penasaran, Andrew membuka gulungan kertasnya.

Yang Mulia Raja Andrew,

Bersama ini, kami aliansi dari Fortsouth, Girondin, Bergstone, serta kaum penyihir menuntut pengunduran dirimu tanpa syarat. Serahkan takhtamu, dan niscaya pertumpahan darah bisa dihindari.

Kekuatan kami saat ini lebih besar dari yang bisa kau perkirakan. Selain gabungan pasukan dari Fortsouth dan Girondin, para orc serta kaum penyihir juga ada di pihak kami. Tetap melawan hanya akan mengakibatkan kerusakan yang masif.

Kami percaya, sebagai raja kau bisa bersikap bijak.

Lambaikan bendera putih jika kau bersedia menyerah. Lakukan apa pun yang kau mau jika kau menolak tawaran ini dan memilih perang.

Salam,

Penguasa Fortsouth - Arden Yabert,
Penguasa Girondin - Dickens Yara,
Penguasa Bergstone - Karl Agerd,
Pamanmu - Stevan Alderman,

Usai membaca, Andrew meremas kertas itu. Rahangnya mengeras dengan gigi bergemeretak. Meski tahu bahwa kekuatan lawan memang tak bisa diremehkan, menyerah bukan pilihan. Ia menanggung beban dari Gladys dan Zalika yang keluarganya telah dihabisi. Ayahnya sendiri, dan Ronald juga mati akibat siasat dari para penyihir pemberontak itu. Ia tak akan punya muka lagi jika menyerah.

Tanpa ragu dan dengan sorot mata tajam, Andrew berkata pada para jenderalnya, "Kita akan berperang, siagakan para pemanah dan gemakan sangkakala!"

Seiring suara nyaring dari tiupan sangkakala, Stevan mendesah kecewa. "Aku sama sekali tak mengharapkan ini, tapi ... apa boleh buat."

Bersamaan dengan itu, kubu pemberontak menyambut tantangan dari sang tuan rumah dengan turut membunyikan sangkakala dan menghantam-hantamkan pedang serta perisai. Setelah itu, mereka menghentak dan mulai melangkah. Awalnya pelan kemudian semakin kencang. Para orc yang beringas berada di garis terdepan. Raungan perang seketika terdengar memekakkan telinga.

Putra Penyihir - Raung KehancuranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang