Gladys terus berlari menembus belantara bersama Will, Evelyn, dan kedua gadis budak. Mereka melangkah cepat dan melompat menghindari semak belukar. Para bawahan Dave sudah tahu bahwa tawanan mereka kabur dan kini tengah mengejar.
"BERHENTI!" teriak para pengejar itu. Dave dipastikan akan marah besar jika mengetahui Gladys berhasil kabur.
Terengah-engah, Gladys dan yang lainnya tak punya pilihan selain terus memacu langkah. Adrenalin yang terpompa ke seluruh tubuh membuat jantung berdebar teramat kencang. Meski peluh terus mengalir membanjiri wajah, bayangan kengerian akan siksa yang menanti jika tertangkap memacu mereka untuk terus melesat.
Meski sudah berusaha sekuat tenaga, stamina yang terus terkuras akhirnya memaksa mereka melaju semakin lambat. Sementara itu, para pengejar masih terus menguntit di belakang.
"Aku ... sudah tak kuat ... lagi," desah Gladys sambil terus memaksakan tungkainya---yang kini terasa seperti hampir putus---terus bergerak.
"Ayo kita bersembunyi di sana!" Will yang melihat sebuah gua segera memimpin rekan-rekannya masuk. Mulut lubang yang tertutup tanaman rambat membuat tempat itu cukup ideal untuk bersembunyi. Apalagi saat itu kondisi gelap karena matahari sudah tenggelam.
Mereka semua segera duduk mengistirahatkan kaki di dalam gua.
"Astaga, aku lelah sekali," keluh salah seorang gadis budak.
"Aku juga," sahut yang lain.
Belum lama beristirahat, terdengarlah suara dari luar. "Ke mana mereka? Tadi aku melihat mereka kemari."
"Entahlah, ayo kita cari di sekitar sini," sahut yang lain.
Rupanya para pengejar telah tiba di dekat mulut gua. Will pun meletakkan telunjuk di bibir lalu memberi kode agar mereka masuk ke sebuah ceruk yang ada di dinding batu.
"Lihat itu! Sepertinya mereka bersembunyi di sana." Terdengar suara salah seorang yang rupanya telah mengetahui keberadaan gua tempat Gladys bersembunyi.
Mengetahui ancaman yang semakin dekat, mereka semua beringsut semakin ke dalam, dan meringkuk saling berhimpitan. Ceruk itu sempit dan gelap. Begitu gelap hingga tak ada apa pun yang dapat tertangkap mata mereka.
Suasana mendadak hening. Hanya debar jantung yang terasa bertalu-talu di dalam dada. Bahkan tetesan keringat pada permukaan bebatuan bisa jadi terdengar begitu nyaring.
Beberapa saat berlalu dalam kesunyian pekat. Sama sekali tak ada yang berani bergerak. Pantulan cahaya obor terlihat menari-nari di dinding gua, dan tak lama kemudian, mulai bergerak mendekat ke mulut ceruk.
Melihat itu, Will yang berada paling depan berusaha mendorong diri ke belakang, membuat keempat perempuan di belakangnya beringsut mundur.
Detik berikutnya, tiba-tiba Gladys yang berada paling belakang menjerit kaget. Karena suasana begitu gelap, ia tak melihat bahwa ternyata ceruk itu berlubang. Ia pun jatuh dan mengerang kesakitan.
Meski lubang itu tidak terlalu tinggi---hanya sekitar dua meter---teriakan Gladys barusan membuat para pengejar langsung mengetahui keberadaan buruannya. Mereka segera melesat mendekati ceruk tempat persembunyian Will dan kawan-kawan.
"Kalian di sini rupanya," ujar salah seorang bawahan Dave sambil menyeringai.
Tak punya banyak pilihan, Will, Evelyn, dan yang lain bergegas memilih menyusul Gladys menjatuhkan diri ke lubang.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba terdengar jerit ketakutan dari para pengejar bercampur dengan raungan binatang buas. Entah apa yang menyerang mereka, Gladys dan kawan-kawan tak dapat memahaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Penyihir - Raung Kehancuran
خيال (فانتازيا)[Buku ketiga dari seri Putra Penyihir] Kehidupan Gladys yang awalnya bahagia berubah nestapa hanya dalam semalam. Tangisnya pecah dari balik jeruji besi, sementara ia tak tahu lagi siapa kawan siapa lawan. Malam itu, ia terusir dari rumahnya dan ter...