Rembulan tengah menggantung di langit Kota Fortsouth. Arden bersama dua orang pengawal membawa Egelina keluar dari kastel melalui lorong rahasia.
"Ayo cepat!" hardiknya pada sang wanita yang tengah mengandung itu. Tangannya terikat sementara mulutnya tersumpal. Tak ada yang mampu ia lakukan untuk melawan, selain terus terisak tanpa suara.
Mereka keluar dari mulut lorong dan terus berjalan menembus kegelapan hutan. Hingga beberapa saat kemudian, Arden melihat beberapa obor menyala yang bergerak mendekat.
"Itu mereka," ujarnya lalu melangkah lebih cepat.
Sesosok wanita paruh baya berkerudung tampak dari keremangan cahaya obor. Ia berdiri ditemani dua orang pria yang semuanya mengenakan pakaian hitam.
"Arden ... kau datang juga."
Arden membalas senyuman wanita itu lalu menyahut, "Rena Harduin ... satu-satunya keturunan Harduin yang tersisa."
"Tak perlu berbasa-basi. Hadiah apa yang kaubawa untukku?" sahut Rena ketus.
"Hahaha ... kau memang selalu tidak sabaran," sahut Arden. Ia lalu melambaikan tangan pada kedua pengawalnya untuk menyerahkan Egelina pada Rena.
"Siapa dia?" Alis Rena tampak berkerut melihat wanita berambut merah itu.
"Egelina. Dia istri kesayangan Eric."
"Kenapa kau tidak membawa Gladys?"
"Dia sudah mati," sahut Arden singkat. Ia lalu melanjutkan kalimat sambil menatap Egelina. "Perempuan ini juga sandera yang berharga. Cukup untuk membuat Eric bersedia menyerahkan diri."
Tanpa suara, Rena menatap Egelina dari puncak kepala hingga ujung kaki. Wanita itu kini tampak sangat kusut. Rambutnya lepek dan acak-acakan sementara wajahnya basah oleh air mata. "Huh, Eric menyayangi perempuan seperti ini? Seleranya buruk sekali," gumamnya.
"Baiklah, aku percaya padamu." Wanita itu lalu menatap Arden lagi. "Tapi kenapa kita harus repot-repot menggunakan sandera? Bukankah semua akan beres jika sekarang aku masuk dan menikah denganmu? Sekarang kau yang berkuasa di sana bukan?"
"Eric mengetahui identitasmu sebagai keturunan terakhir Harduin. Jika kita menikah sekarang, dia akan berusaha menyingkirkanmu begitu kembali dari Girondin. Kita harus menyingkirkannya dulu sebelum kita bisa menikah. Setelah itu kita memerintah Fortsouth bersama-sama."
"Kurasa kita bisa mencegahnya masuk ke kota. Pasukannya pasti sudah lelah setelah berperang dan menempuh perjalanan jauh dari Girondin."
"Hal itu bisa saja kita lakukan, tapi akan cukup berisiko. Beberapa orang mungkin bisa selamat dan menyebarkan informasi bahwa Fortsouth telah dikudeta. Jika itu terjadi, bukan tak mungkin raja akan mendengar dan mengirimkan pasukan untuk merebut kembali kota ini. Kau tahu? Aku lebih suka menggunakan cara-cara yang halus."
Rena terdiam sejenak mendengar penuturan Arden. Sejauh ini, pria itu tampak bisa dipercaya. Ia bahkan sudah membunuh tuannya sendiri demi membuktikan diri. "Lalu bagaimana rencanamu?" tanyanya sejurus kemudian.
"Setelah ini, bersembunyilah bersama pasukanmu di hutan sebelah selatan. Ketika Eric sudah kembali, aku akan menyuruh seseorang untuk memberikan surat ancaman padanya. Isinya meminta dia agar menyerahkan diri padamu demi keselamatan Egelina. Saat itu lah kau bisa membunuh mereka berdua sekaligus. Aku yakin dia cukup kesatria sekaligus bodoh untuk datang sendiri demi cintanya. Apalagi saat ini Egelina sedang mengandung buah hatinya. Jika semua berjalan lancar, kau bisa masuk ke Fortsouth dengan identitas baru dan menikah denganku."
"Hahaha ... Kau benar-benar licik," puji Rena sambil tersenyum. "Baiklah, kalau begitu sekarang aku pergi dulu. Terima kasih untuk sandera berharga ini." Rena pun pergi membawa Egelina meninggalkan Arden dengan seulas senyum di bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putra Penyihir - Raung Kehancuran
Fantasy[Buku ketiga dari seri Putra Penyihir] Kehidupan Gladys yang awalnya bahagia berubah nestapa hanya dalam semalam. Tangisnya pecah dari balik jeruji besi, sementara ia tak tahu lagi siapa kawan siapa lawan. Malam itu, ia terusir dari rumahnya dan ter...