24

776 42 5
                                    

"KAIRA!" Teriakku dari luar, rumah terlihat sangat sepi, kemana semua orang? Aku hanya ingin memastikan foto yang sempat kaira kirim, masalah sekecil apapun harus segera diselesaikan.

"Eh, udah pulang den? Kok pagi banget?" Heran bik ida.

"Iya bik, sengaja, kaira dimana?"

"Oh, mbak kaira ada didalam, tadi den Gabriel sempat kepentok jidatnya waktu main, jadinya rewel."

"Aska ke dalam ya bik."

"Iya."

Aku masuk ke dalam kamar melihat kaira yang tengah menggendong gabriel yang kesenggukkan.

"Kaira?" Panggilku pelan agar tidak mengangetkannya. Aku mengambil alih Gabriel.

"Anak papa kenapa hm?" Aku khawatir. "Mana yang sakit?"

"Hiks.. huhuhu tit, tit pa." Gabriel berbicara seolah jidatnya terasa sakit. Bahkan aku bisa melihat warna merah disana.

Aku meniupnya pelan. "Udah papa tiup tuh, gak sakit lagi, udah, jangan nangis ya, masa jagoan papa nangis. Nanti kita beli mainan." Aku mencoba menghibur dia hanya mengangguk.

Aku mengelus-elus punggung gabriel, mencoba untuk menidurkannya.

Perlahan isakkan itu mulai reda. Mata sembab Gabriel sudah terlihat lelah perlahan menutup.

Terus saja aku mengelus punggung gabriel yang sudah tertidur, terdapat memar merah didahinya memang. Aku menidurkannya perlahan keatas ranjang.

Disaat sudah aku menoleh ke arah kaira yang menatapku juga.

"Ikut aku." Dia mengangguk.

"Maaf ya pak, aku teledor." Aku bisa melihat kepala kaira yang menunduk takut dan raut wajah penyesalan disana, jari-jari tangan yang dia pangku bergerak tak tentu arah.

"Gak papa, jangan nyalahin diri sendiri, memang Gabriel nya aja yang sudah mulai aktif bermain."

"Ya tapi kalau aku pantau pasti gak ini gak akan terjadi."

"Gak ada yang perlu disalahkan disini, udah jangan dibahas, Gabrielnya juga udah gak rewel, bentar lagi juga sembuh." Aku mencoba menghibur kaira yang merasa bersalah walaupun sejujurnya aku juga khawatir dengan keadaan anakku.

"Masalah foto tadi, sebenarnya itu foto crop-crop an. Kamu jangan percaya."

"Aku tahu kok. Mbak vinis aja yang coba manas-manasin aku."

Aku tersenyum mendengar balasan kaira.

"Pak?"

"Hmm?"

"Emm....mbak vinis kok bisa bareng sama bapak?"

"Ehmm.." Aku berdeham, semoga kaira tidak akan marah jika mendengar jawaban ku. "Vinis memang jadi model perusahaan, klien juga yang nentuin, terus banyak juga yang sepakat, agar bayarnya juga gak terlalu mahal karena vinis juga ikut bekerjasama."

"Tapi kok bisa foto berdua?"

"Kamu tahu?"

Dia mengangguk.

"Aku juga gak tahu, tiba-tiba vinis manggil buat model produk kita, buat pasangan ceritanya, kamu jangan marah, aku janji cuma hari itu doang."

"Emm.. gak papa, kan itu juga buat kerja sama kalian, profesional." Aku yakin kaira tidak tulus mengucapkan itu, walaupun kaira memberi izin, tetapi tetap saja aku gak akan mengulanginya lagi, pasti kaira akan sakit hati, siapa yang tahu nanti kaira akan nangis-nangis disaat aku gak dirumah?

"Enggak sayang, lain kali aku akan nolak, lagi pula banyak yang lainnya juga, sekalipun fotonya gak sama pasangan juga gak masalah."

Aku lihat kaira hanya mengangguk. Jujur saat ini aku bingung harus memulai percakapan bagaimana, mengingat tadi pagi sempat dibahas di kantor.

Duda KampretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang