Bab 7

337 162 9
                                    

Sebelum baca, silahkan vote terlebih dahulu biar halal. Menyenangkan orang lain itu dapat pahala. Dan jangan lupa tinggalkan komentar saran maupun kritik.

PERINGATAN!
TERDAPAT ADEGAN TRAGEDI!
.
.
.
_𝖘𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙 𝖒𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆_

Di malam harinya, tepatnya saat Nita sedang fokus mengerjakan tugas fisika di depan laptop, suasana lingkungannya kini terasa berbeda, entah mengapa ia merasa seperti diawasi padahal tidak ada siapapun selain dirinya di kamar itu. Hingga, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan sendirinya membuatnya terkejut dengan wajah yang tidak dapat dikondisikan, namun di sisi lain Bundanya terlihat tertawa setelah mendapatkan hiburan dari anaknya.

Segera Nita mengubah ekspresinya menjadi datar menatap Bundanya dengan kesal, "Bunda. Bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk?" Kemudian kembali mengalihkan pandangannya pada laptop miliknya dengan mengetikkan sesuatu.

Bunda Kirana mencoba mencoba menetralkan tawanya dan melangkah mendekati meja belajar sang anak, "Bunda boleh tanya sesuatu?"

Nita berdehem sejenak, "tanyakan saja Bunda," namun pandangannya masih tak teralihkan pada laptop.

"Adek kemarin bawa mobil putih kan? Tapi mengapa sekarang Bunda tidak melihat mobil itu di garasi?"

Mendengar hal itu Nita seketika tersedak, segera ia mengambil kelas berisi air putih yang sudah ia sediakan di atas meja dan segera menengguk air tersebut. Dirasa sudah membaik Nita kembali meletakkan gelas itu dan menatap Bundanya dengan senyuman, "menurut Bunda apa yang akan Bunda lakukan ketika mendengar mobil itu hilang?"

"Jadi mobil itu hilang?" Wajah bunda kini terlihat memerah akibat ucapannya yang mungkin salah.

Nita segera menggelengkan kepalanya membantah pernyataan tersebut, "tidak, aku hanya bertanya, mengapa Bunda marah?"

"Jadi mobilnya sekarang di mana?"

Nita tersenyum kembali, ia langsung mengalihkan pandangannya ke depan laptop miliknya tanpa melakukan apapun. Segera Bunda Kirana memutar kursi anaknya agar menghadapnya. "Dimana?"

"Meledak." Mau bagaimanapun juga ia tak bisa menghindari masalah, tetapi bagaimana dirinya bisa bertanggung jawab?

"Adek jangan bercanda," Bunda kembali menegakkan tubuhnya.

"aku serius Bunda, mobilnya meledak."

Bunda Kirana masih belum percaya dengan ucapan anaknya. Matanya terus mencari letak kebohongan, namun ekspresi Nita tak mencerminkan kebohongan. "Jadi mobilnya beneran meledak? Kenapa bisa begitu?"

Nita menelan ludahnya, menatap Bundanya, "aku juga tidak tau, kemarin-" ia tak mungkin menjelaskan bahwa ia baru membeli obat di apotek, Bunda akan makin curiga. "-Kemarin aku mengantarkan temanku membeli obat di apotek, saat menuju parkiran, mobilnya meledak. Duar!" Nita memperagakan tangannya yang awalnya menggenggam menjadi terbuka lebar.

Sekarang Bunda menatapnya dengan mulut yang menganga lebar, sepertinya seekor tikus bisa mengira kalau itu rumahnya, "mana mungkin mobilnya bisa meledak begitu saja. Dimana letaknya?"

Nita menggaruk hidungnya yang tidak gatal, "di jalan Kusuma. Mobilnya aku tinggal disana," tak lama ia langsung menggenggam erat tangan wanita yang telah merawatnya itu, ia tak mau tiba-tiba diusir karena meledakkan mobilnya yang terbilang mahal. Tapi itu bukan salahnya dan ia juga tak bisa menyalahkan siapapun atas kejadian itu, "maafkan aku Bunda."

Berbeda dengan ekspresi dalam ekspetasinya, Bunda Kirana malah mengembangkan senyumnya, seolah itu hanya masalah kecil, atau mungkin memang masalah kecil baginya, "tidak apa, adek sudah jujur dan Bunda menyukainya," kata Bunda. "lanjutkan belajarmu," sebelum pergi Bunda Kirana mengelus lembut puncak kepala anaknya, kemudian pergi dari ruangan itu.

Dendam Tersirat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang