Bab 8

330 157 4
                                    

Sebelum baca, silahkan vote terlebih dahulu biar halal. Menyenangkan orang lain itu dapat pahala. Dan jangan lupa tinggalkan komentar saran maupun kritik.

PERINGATAN!
TERDAPAT ADEGAN KEKERASAN!
.
.
.
_𝖘𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙 𝖒𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆_

Keesokan harinya tepatnya pada hari Kamis, Nita sudah mulai berangkat setelah izin satu hari. Walaupun kulit birunya belum memudar, setidaknya semua orang tidak akan tau apa yang telah terjadi padanya.

Kebetulan saat itu tepatnya saat jam kelima, Master Herlin, guru mata pelajaran biologi berhalangan masuk karena ada suatu hal yang Nita sendiri tidak tahu. Seketika, telinganya mendengar suara keributan dari luar kelas tepatnya pada lahan luas didepan gedung kelasnya. Namun ternyata bukan dirinya saja yang mendengar, teman-teman yang lain juga mendengarnya, sehingga mereka semua sontak berlari melihat apa yang sedang terjadi di luar sana.

Awalnya Nita tidak tertarik dengan keributan di luar sana, namun karena tarikan sahabatnya ia terpaksa mengikutinya dan melihat apa yang sedang terjadi. Ruangan kelasnya yang berada di lantai dua memperlihatkan jelas di mana ada dua laki-laki berada di lahan serupa lapangan dengan dikelilingi bangku berbentuk anak tangga yang memutar layaknya tempat teater.

Nita tidak tahu apa yang terjadi di sana, atau mungkin bisa dikatakan aksi pembullyan seperti dirinya yang dibully oleh Belva dan kawan-kawan.

"Maaf," seorang lelaki berkacamata tersungkur dengan buku yang berantakan di sekitarnya. Kemungkinan orang itu telah terjatuh hingga buku-bukunya terlempar tak jauh darinya.

Nita tanpa sengaja mengalihkan pandangannya pada seorang lelaki dengan dua kancing kemeja yang sengaja dibuka, itu Rey, lelaki yang sempat menembaknya di lapangan sekolah kemarin lusa, tetapi bukan lapangan yang sama seperti apa yang ia lihat sekarang. Rey berdiri di depan lelaki yang biasanya disebut culun. Bukan Nita sengaja mengejek lelaki itu, namun memang kenyataannya penampilan lelaki itu terlihat culun, atau mungkin lelaki itu bisa disebut kutu buku.

Rey berjongkok di depan lelaki culun itu yang memiliki nama Dana. Alih-alih mengambil bukunya, Dana malah terlihat ketakutan ketika Rey menatap dia dengan posisi tinggi yang sejajar.

"Maaf, aku tidak sengaja, aku akan bertanggung jawab," Dana mengatakannya dengan pandangan yang menunduk, ia benar-benar takut menatap lelaki di depannya itu.

Nita menoleh kearah semua orang yang sama sekali tidak ada niatan membantu, bahkan hanya sekedar bersuara untuk mendukung lelaki berkacamata itu saja tidak ada. Seolah semua orang di sana tidak berani untuk mengatakan apapun terhadap Rey, atau lebih tepatnya tidak mau berurusan dengan lelaki psikopat itu.

Nita mengalihkan padanya pada sahabatnya yang masih menonton dengan serius, "mengapa tidak ada yang membantu dia?"

Dewi segera menoleh pada sahabat yang sedang bertanya, "lagipula siapa yang mau berurusan dengan Rey? yang ada dia akan masuk ke dalam jurang yang paling dalam. Begitulah kiasannya. Lebih baik kau tonton saja apa yang akan terjadi, daripada kau memperdulikan Dana."

"Dana?" Nita mengernyitkan dahinya setelah mengetahui nama tersebut. "Tapi ini sekolah elit, mana mungkin para Master tidak ada yang menghentikannya?"

"Tentu saja karena mereka tidak akan berani melawan Rey, jika masih menyayangi nyawanya."

"AAARGH," suara teriakan Dana terdengar cukup mengerikan setelah jari kelingkingnya patah. Rey dengan mudahnya mematahkan jari Dana hanya sebab lelaki itu tak bisa menjaga jarak kepadanya hingga sepatu miliknya terbaret akibat buku Dana yang terjatuh.

Mata Nita melotot melihat apa yang sedang terjadi di sana, ditambah lagi sudah ada bercak darah pada lapangan itu. Apa yang telah terjadi?

"Teriaklah lebih keras! lihat, siapa yang akan peduli padamu?" Rey menampakan tampilan wajah yang cukup datar dengan apa yang telah ia lakukan, bahkan mereka telah menjadi bahan tontonan seluruh murid SMA Garuda Bangsa.

Dendam Tersirat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang