EPILOG

212 70 10
                                    

_𝖘𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙 𝖒𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆_

Seorang wanita berambut panjang dengan dress hitam melangkah menuju suatu ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya kuning redup, dirinya melihat seorang lelaki memakai kemeja putih dengan dua kancing atas yang terbuka serta lengan yang dilipat hampir menyentuh siku, berdiri di tengah-tengah ruangan yang dipenuhi bau darah segar dan gemuruh suara pukulan keras. Tangan kiri lelaki itu masih memegang kerah korbannya, tubuh lelaki kekar dengan kemeja polos berwarna coklat terlihat tak berdaya terhampar di lantai dengan kondisi wajah penuh memar pukulan dan darah.

Lelaki itu terus mengayunkan tangan ke arah bawah dengan kejam, menimbulkan suara gemetar ketika pukulannya menghantam targetnya. Semburan darah segar terbang di udara, menciptakan motif abstrak yang mencolok di lantai-lantai ruangan. Setiap gerakan tubuhnya penuh dengan intensitas, seolah-olah ia menikmati saat-saat seperti ini, walaupun tubuhnya tidak sebesar korbannya.

Namun, kegiatan sadisnya terhenti ketika seorang wanita muncul di ambang pintu. Wanita itu berdiri dengan tegar, menatap lelaki psikopat itu dengan mata yang penuh pertanyaan. Suaranya terdengar lembut, "Rey?"

Rey hanya menoleh perlahan ke arah wanita tersebut, wajahnya yang terkena cairan merah hanya memperlihatkan senyuman menyambut. Sedangkan korbannya berbaring di lantai terengah-engah, dengan tubuhnya yang penuhi luka dan darah.

"Kamu anak dari Om Andra 'kan?"

Rey meninggalkan korbannya, melangkah mendekati wanita itu. "Aku tahu siapa kamu, Angellita 'kan? Ada apa kemari?"

Nita menatap Rey datar. "Aku butuh bantuanmu untuk melancarkan rencanaku."

"Rencana apa dulu?"

"Sahabatku dalam bahaya, dan aku butuh bantuanmu untuk menyelamatkannya. Jadi rencanyanya adalah...." Nita menjelaskan semua rencana dalam benaknya, mulai dari pendekatan terhadap Bagas, David, dan segala keamanan seperti CCTV ataupun anak buah Rey yang akan terus mengawasi sahabatnya.

"Tapi masalahnya hanya satu." Wajah Nita tampak kebingungan. "Aku tidak bisa melancarkan rencana ini jika masih ada lelaki yang nekat mendekatiku. Pertama, aku tidak mau mereka tahu, dan kedua, aku tidak suka didekati lelaki buaya."

Rey tertawa kecil mendengar kata lelaki buaya. "Itu wajar terjadi, apalagi anak pindahan sepertimu. Mudah saja aku mengaturnya, tapi tidak gratis."

"Berapapun biayanya, aku siap membayar."

"Aku tidak butuh uangmu." Rey menatap Nita penuh isyarat.

"Lalu?"

"Jadilah pasanganku, saat misi ini selesai."

Nita menyingir. "Aku tidak mau, opsi lain saja!"

"Hanya itu syaratnya. Kalau tidak mau yaudah kerjakan sendiri rencanamu." Rey membalikkan badannya. Nita tidak mencegahnya, dia tetap membiarkan Rey melangkah meninggalkannya.

"Hey, jangan melamun." Rey menyenggol bahu Nita saat dirinya masih diam berdiri didekat mobil yang terparkir. Tangan lelaki itu membawa koper milik Nita yang digunakan liburan beberapa hari lalu.

Sentuhan itu membuyarkan ingatan tentang pertemuan pertamanya dengan Rey. Nita menoleh, menampakkan Rey yang membuka pintu belakang guna meletakkan koper miliknya. Namun tiba-tiba seseorang berdiri disampingnya, membuat Nita menoleh kearahnya.

Dendam Tersirat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang