Waktu yang telah di nantinya akhirnya tiba, Alinzy bersiap pergi kesekolah dengan semangat membara.
Untuk kesekian kalinya dia berdiri didepan cermin memerhatikan penampilannya, sebelumnya ia tak pernah memperhatikan dirinya sampai sebegitunya, dia merasa dirinya selalu cantik setiap saat. Namun tampaknya hari ini cukup berbeda, dia memperhatikan setiap hal yang melekat ditubuhnya, memastikan dirinya benar-benar cantik dan terlihat luar biasa.
Senyumnya tak pudar sepanjang perjalanan, dia pergi ke sekolah dengan perasaan senang.
Gadis itu sedang jatuh cinta.
Wajah yang biasanya dingin itu tampak ceria, karena suasana hatinya yang bagus dia bahkan dengan ramah menyapa teman-temannya disekolah, membuat mereka terkejut namun ikut tersenyum karena wajah cantiknya.
Dia benar-benar berubah seperti seseorang yang berbeda.
"Linzy, ayo pergi ke kelas bersama!" Ajak gadis yang tadi Linzy sapa.
"Kau duluan saja, ada hal yang harus kulakukan" tolaknya sembari terus melangkah.
Kelas memang bukanlah tujuannya.
Sosok yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya lah tujuannya. Gadis itu tersenyum saat kembali memikirkannya, kedua kakinya tahu kemana dia harus melangkah. Hari ini dia akan menemuinya. Alinzy akan menyatakan cintanya.
Seakan takdir mendukungnya, ia berdebar saat melihat sosok William tengah berjalan dari arah berlawanan, tanpa buang waktu lagi diapun berlari menghampirinya mencegah pemuda itu lebih dulu masuk kedalam kelas.
Dia kemudian berdiri dihadapannya.
Tepat setelah kedua mata itu menatapnya, ia mendapati jantungnya berdegup kencang makin tak karuan. Sebuah perasaan baru ia rasakan ketika ia dekat dengan William.
"Kau sudah sembuh?" tanya Liam membuyarkan lamunannya.
Linzy mengangguk sebagai jawaban, masih tak sepenuhnya sadar.
"Baguslah" ucap Liam lagi kemudian hendak pergi.
Melihat itupun dengan cepat Linzy menghentikannya. "Liam, tunggu!"
Pemuda itu kembali memberikan atensinya. "Kau ingin mengatakan sesuatu?" Linzy mengangguk untuk kedua kalinya.
"Kalau begitu cepat, aku harus pergi kekelas" setelah Liam mengatakan itu Linzy pun menghela nafas, seolah tengah bersiap.
Dengan jantung yang terus berdebar tak karuan dia mendongak menatap William, lalu dengan yakin dan penuh percaya diri menyatakan perasaannya. "Liam, aku mencintaimu" ungkapnya disusul rona merah di pipinya.
Mata Liam melebar tanda ia terkejut.
Untuk sesaat pemuda itu hanya terdiam, lalu melihat kekanan dan kirinya tak nyaman sebab saat ini mereka tengah berada ditengah koridor yang cukup ramai.
"Apa maksudmu?"
"Kau jelas tahu maksudku"
Liam mengerti maksudnya, yang menjadi kebingungannya disini adalah bagaimana bisa Alinzy mengaku mencintainya dan semudah itu menyatakan perasaannya?
Liam benar-benar tak pernah menduganya.
"Ya, aku tahu, tapi... bagaimana bisa?" Tanya Liam ragu. "Alinzy, kurasa kau keliru" sambungnya yang langsung dibantah gadis itu.
"Tidak, perasaanku tidak salah, aku mencintaimu, Liam" gadis itu bergerak mengambil tangan Liam, lalu menggenggamnya dengan kedua tangan sebelum menyambung kembali kalimatnya. "Tolong pikirkan tentangku" katanya membuat Liam refleks menarik tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE YOURS : The Sun | Jingga Untuk Judith
Romance"Matahari tetaplah matahari, aku lupa bahwa dengan kehangatannya dia telah menyingkirkan Malam" *** Bagian pertama, dari trilogi #BEYOURS • BE YOURS Chapter : The Sun / Jingga Untuk Judith ©charisa, 2022