Liam melangkahkan kakinya menuju sekolah, kali ini seorang diri tanpa supirnya.
Sudah menjadi kebiasaan, setiap kali dirinya kesulitan dan merasa begitu lelah hingga rasanya tak mampu lagi menahan beban dipundaknya, dia akan pergi membawa dirinya dalam keramaian.
Membawa beban hatinya menyusuri kota, ditemani cahaya mentari yang mendekapnya sepanjang jalan.
Jarak yang dia tempuh tak membuatnya lelah, justru dengan itu seolah dia kembali mendapatkan kekuatannya, justru dengan itu dia kembali merasa hidup dan sadar dirinya hanyalah manusia penuh kekurangan yang berusaha keras menjalani hidupnya, sama seperti orang yang berlalu-lalang yang dia lihat disepanjang jalan.
Dia tinggalkan seluruh emosi yang bertumpuk dalam dirinya disetiap langkah yang dia ambil.
Dia biarkan semua cemas dikepalanya pergi dibawa hembusan angin.
Lalu kembali menjadi William yang sempurna seperti yang selalu semua orang lihat setiap hari.
Begitulah cara pemuda itu kembali menegarkan hati.
Ia membawa kakinya berbelok saat menemukan minimarket didepan, kemudian masuk mengambil air putih dan segera membayar. Berniat langsung pergi setelah selesai, namun setibanya diluar sebuah suara dari arah gang sempit disebelah kiri membuatnya mengalihkan pandangan.
"AAA! LEPASKAN AKU!" Liam bisa lihat dari posisinya, sepasang lelaki dan perempuan tengah terlibat pertengkaran disana.
Lelaki itu tampak marah, dia menyakiti gadis itu dengan menarik rambutnya, sebabkan gadis itu berteriak. "Apa sulitnya menurutiku? Apa kau sadar bersikap begini hanya akan menyulitkanmu?" Kata lelaki itu.
"Kau pikir kau siapa seenaknya begitu?" Mendapat jawaban seperti itu, lelaki itu tampak semakin geram.
Harusnya Liam pergi saja dari sana, dia tak harus melakukan apapun sebenarnya. Tapi melihat seragam yang dipakai gadis itu ternyata sama dengannya, hatinya tiba-tiba terdorong untuk melakukan sesuatu dan menolongnya.
Setelah memikirkan sesuatu dibenaknya, diapun melangkah dengan tenang sembari mengeluarkan ponselnya.
Cekrekk
"Gadis bodoh!" Liam menyaksikan gadis itu didorong hingga jatuh ketanah.
Dia sama sekali tidak terlihat lemah sebenarnya, namun kekuatan lelaki itu tentu lebih besar darinya, ditambah amarah sedang menguasainya tentu gadis itu akan kalah.
Cekrekk
"Berhenti menyakitinya!" interupsi Liam menghentikan lelaki itu yang berniat mendekati gadis itu lagi.
Lelaki tinggi yang tampaknya lebih tua darinya itu langsung menatap Liam, matanya dengan seksama memerhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kaki seolah tengah menilai. "Siapa kau?" Tanyanya dengan tatapan remeh.
"Berhenti mengganggunya, jika tidak aku akan memberikan foto ini pada polisi dan membuatmu dalam masalah" Liam mengangkat ponselnya guna menunjukan foto yang tadi dia ambil saat lelaki itu melakukan kekerasan.
Namun bukannya takut, lelaki itu malah terbahak. Melihat wajahnya yang tak menunjukkan sedikitpun rasa takut membuat Liam menilai bahwa lelaki itu cukup berbahaya.
"Kau pikir dia bisa melaporkanku?" Ucapnya sembari beralih menatap gadis itu yang masih duduk ditanah.
"Kau pikir Alinzy akan takut padamu? Dia bukan gadis lemah yang tak bisa berontak seperti yang kau pikirkan, dia tidak akan takut dengan ancaman bodohmu--"
KAMU SEDANG MEMBACA
BE YOURS : The Sun | Jingga Untuk Judith
Romance"Matahari tetaplah matahari, aku lupa bahwa dengan kehangatannya dia telah menyingkirkan Malam" *** Bagian pertama, dari trilogi #BEYOURS • BE YOURS Chapter : The Sun / Jingga Untuk Judith ©charisa, 2022