Ada beragam macam kegiatan yang dilakukan para pelajar Winston dipagi hari, entah itu sarapan dikantin, mengerjakan PR dikelas, atau yang hanya sekedar bersenang-senang diluar menikmati kehangatan pagi. Menyenangkan, itu yang dipikirkan Liam saat melihat beberapa orang berlarian saling bercanda satu sama lain, sementara dirinya kini membawa kakinya masuk kedalam perpustakaan.
Ia berjalan mengelilingi rak, terus mengambil buku pelajaran dengan asal sampai dirinya tak sadar jika tangannya sudah penuh.
Semua orang tahu dia suka belajar, namun jika mereka melihatnya saat ini mereka akan sadar, William tidak bahagia seperti biasanya.
Ia membawa semua buku ditangannya dan menaruhnya diatas meja sebelum akhirnya memutuskan duduk disana, seketika pikirannya kembali tertarik kebelakang, memutar kembali memori dimana dia dan Papanya terakhir kali sarapan bersama.
Pagi itu terasa menyenangkan, dia terbangun dengan perasaan bahagia. Dia bersiap pergi kesekolah dan berpakaian rapi seperti biasa, kakinya bergegas turun dari lantai dua menuju ruang makan, dia mendengar Papanya sudah pulang dari Tokyo semalam, itu artinya pagi itu dia akan sarapan bersama Papa nya.
Liam benar-benar merindukannya, dia menjadi orang pertama yang duduk dimeja makan, dengan senyum hangatnya dia menyambut satu persatu anggota keluarganya yang mulai berdatangan. Saat tiba dimana Papa nya datang, matanya langsung berbinar seperti seorang anak kecil.
"Selamat pagi, Papa" sapanya setelah Papanya duduk. Tak ada balasan untuk sapaannya tapi melihat Papa nya tersenyum tipis untuknya, itu sudah lebih dari cukup.
"Bagaimana sekolahmu?" Pertanyaan yang selalu ditanyakan Papa nya pertama kali.
"Semuanya baik-baik saja" jawab Liam.
"Kau tahu, Pa? Setiap hari Liam selalu bertanya padaku tentangmu, apakah Papa menelpon, apakah Papa sudah tahu kapan dia akan pulang, bagaimana cuaca di Tokyo hari ini, apakah Papa istirahat dan makan dengan baik. Dia menjadi lebih cerewet dariku" ungkap Gressa sembari mengelus rambut putranya membuat Liam sedikit malu.
"Dihari terakhir Papa berada di Tokyo Papa bertemu dengan Tuan Delpiero, dia datang ke pesta dan menceritakan putra geniusnya dengan bangga kepada semua orang" mendengar itu raut wajah Liam seketika berubah tegang, dia tahu siapa yang sedang Papa nya ceritakan.
"Dia teman satu sekolahmu kan? Orang yang selalu berada diposisi pertama, Papa benar?" Sambungnya dan Liam menganggukkan kepala membenarkannya.
"Iya, Arlando Christian Delpiero" jawabnya.
"Sekarang Papa mengerti kenapa kau tidak bisa mengalahkannya" Liam menundukkan kepala, tak mampu mengatakan apa-apa. "Meskipun mengecewakan tapi Papa tidak akan memaksamu lagi untuk mengalahkannya" tepat setelah mengatakan itu Liam refleks mendongak menatap Papa nya.
"Itu hal yang benar, Pa. Liam kita sudah bekerja keras dan hasilnya juga selalu baik" sahut Gressa sembari tersenyum bangga menatap putranya.
"Tapi menekannya juga perlu, Ma. Dia masih sangat muda, pergaulan dan lingkungan bisa membuatnya lalai, aku harus terus mengawasinya agar dia tetap kompetitif" timpal Papa nya lagi.
Tak ingin perdebatan diantara kedua orang tuanya berlanjut, Liam pun segera buka suara menghentikan Gressa yang tampak akan menjawab Papa nya lagi. "Aku akan belajar lebih keras lagi, Pa" ucapnya tanpa ragu.
"Harus, kau tidak bisa meraih posisi pertama, jadi tujuanmu sekarang adalah posisi kedua. Ditahun terakhir mu Papa ingin kau berjanji untuk bisa berada diposisi kedua. Kau bisa menjanjikan hal itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BE YOURS : The Sun | Jingga Untuk Judith
Romance"Matahari tetaplah matahari, aku lupa bahwa dengan kehangatannya dia telah menyingkirkan Malam" *** Bagian pertama, dari trilogi #BEYOURS • BE YOURS Chapter : The Sun / Jingga Untuk Judith ©charisa, 2022