02. Pemuda Mentari Pagi

17 3 5
                                    

Judith berdiri diambang pintu kelas yang seketika berubah hening sesaat setelah ia muncul. Semua mata tertuju kearahnya membuat Judith menghela nafas, tatapan itu tak hentinya ia dapatkan sejak ia berjalan dikoridor. Setelah berusaha menenangkan diri, kakinya kembali melangkah masuk menuju tempat duduknya.

Dia melihat kedua sahabatnya, perasaannya melega. Namun saat gadis itu sampai ditempat duduknya dan menaruh tas lalu hendak menyapa mereka, satu dari mereka bangkit berdiri dan pergi dari hadapannya tanpa sepatah kata.

Hatinya tergores, Mia sahabatnya mengabaikannya. Namun tak lama setelah itu sebuah tepukan hangat ia dapatkan dibahunya, saat dia melihat kebelakang seorang gadis dengan rambut sebahu tersenyum untuknya.

"Bersyukurlah aku ada disini hingga kau tidak sendirian" ucapnya membuat kedua sudut bibir Judith terangkat.

"Terima kasih, Bell" jawab Judith lalu kembali duduk menghadap lurus kedepan membelakangi Bell.

"Mia sangat marah padamu. Tapi tenang saja, aku akan berusaha membuatnya mengerti" Judith mendengar Bell bicara. "Tapi kau juga harus membantuku, cepat minta maaf padanya dan jelaskan semuanya. Kau tidak mau kan kita terus seperti ini?" sambungnya membuat Judith merenung, memikirkan setiap kata yang dikatakan Bell.

Dia seorang pengkhianat, Judith mengakuinya. Bell dan Mia tahu dia kembali dekat dengan Noah. Dan sejak awal, mereka--terutama Mia--melarang keras Judith untuk dekat-dekat dengannya. Bukan hanya karena Noah sudah punya pacar, tapi juga karena pacarnya Noah adalah Kim.

Tapi karena cintanya, Judith melupakan segalanya. Dia tetap mengikuti keinginan hatinya dan berakhir menyakiti hati sahabat-sahabatnya. Dia benar-benar merasa bersalah.

"Maafkan aku, Bell" kata Judith pelan.

"Sebenarnya aku juga ingin sekali marah, tapi aku kasihan padamu" Judith berbalik menatap Bell dengan wajah sendu.

"Hey, aku bercanda" gadis itu tertawa. "Aku disini, tidak usah sedih" sambungnya, membuat perasaan Judith melega.

•••

"Bell, ayo cepat!"

Judith yang sedari tadi hanya diam sembari menopang dagunya, melihat kearah Mia yang baru saja bicara. Setelah merapikan mejanya ia bergegas meninggalkan kelas, tanpa melirik Judith sedikitpun padahal meja mereka bersebelahan.

"Ayo, ikut saja" ajak Bell pada Judith.

"Tidak, pergilah. Dia tidak akan senang jika melihatku" ucap Judith sembari mencoret-coret bukunya.

"Baiklah, kau mau apa? Akan kubelikan nanti"

"Beli apa saja dan cepat kembali, oke? Aku lapar" Bell mengangguk lalu bergegas pergi menyusul Mia.

Sejak masuk kelas pagi tadi, belum sekalipun Judith melangkahkan kakinya keluar. Sekarang adalah jam istirahat dan Judith memutuskan untuk tetap berada ditempat duduknya, rasanya begitu membosankan tapi itu jauh lebih baik dari tatapan tajam dan ejekan orang-orang diluar.

Untuk beberapa saat dia mampu bertahan, namun seiring waktu berjalan gadis itu jadi merasa muak. Dia sadar jika tempat duduknya pun bukan tempat yang aman, didalam ataupun diluar kelas ternyata sama mengerikan, sejak tadi Judith bisa mendengar orang-orang yang sedang membicarakannya dibelakang.

Berkat secuil amarahnya itu akhirnya dia memiliki keberanian, Judith bangkit dari tempat duduknya lalu pergi dari kelas, ia mencoba mengabaikan tatapan semua orang dan menutup telinganya rapat lalu tanpa ragu kakinya melangkah masuk kedalam kantin.

BE YOURS : The Sun | Jingga Untuk JudithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang