16. Pangeran Impiannya

20 1 19
                                    

"Tidak ada masalah serius, dia hanya kelelahan dan harus istirahat" ucap sang Dokter setelah selesai memeriksa.

Tanpa sadar Liam bernafas lega.

"Dia akan segera sembuh setelah minum obat" sambungnya lalu memberi Liam kertas berisi resep obat yang baru saja disobeknya.

Suara Dokter dan Liam perlahan menjauh, menandakan mereka pergi meninggalkan Linzy disana seorang diri. Gadis itupun membuka mata lalu memegang kepalanya yang terasa sakit luar biasa. Dia tahu sejak awal ada yang tidak beres dengannya, pagi tadi Linzy merasa tubuhnya begitu lemas, dia juga tidak sempat sarapan dan harus bertengkar dengan bajingan itu, ditambah mengejar pencopet dijalan.

Dia tidak mengira jika dirinya akan tumbang.

"Alinzy!"

"Kau baik-baik saja?"

Seketika memori beberapa saat yang lalu kembali berputar dikepalanya. William menolongnya, lagi.

Linzy benar-benar bingung sekarang, apakah dia harus merasa beruntung atau sial bertemu dengannya. Dia benar-benar malu hingga rasanya ingin menangis, pikirnya Liam akan mengejeknya habis-habisan setelah ini.

"Sudah merasa baikan?" tanya Liam yang entah sejak kapan kembali.

Bukannya menjawab, gadis itu malah menyembunyikan wajahnya. Menolak bicara.

"Sebaiknya kau telpon orang tuamu dan minta menjemputmu disini" usul Liam yang langsung ditolak Alinzy.

"Tidak perlu" katanya.

"Kau mau pulang sendiri dengan keadaan seperti ini? Aku tidak yakin"

"Ibuku ada di Venesia, mana mungkin aku memintanya pulang untuk menjemputku disini?"

"Papamu?"

"Dia sudah tidak ada"

"Maaf, lalu ada siapa lagi dirumahmu?"

"Hanya aku"

"Aku akan mengantarmu pulang kalau begitu" putus Liam yang kemudian tak disetujui Linzy.

"Tidak usah, kau boleh pergi sekarang. Aku bisa mengurus diriku sendiri" tolaknya.

"Tidak papa, ikut aku saja. Aku akan pergi kesekolah setelah memastikanmu pulang dengan aman"

"Tidak usah, kau pergi saja"

"Aku akan mengantarmu pulang"

"Kenapa kau memaksa!?" Linzy meninggikan suaranya membuat Liam langsung menatapnya, tidak menduga jika gadis itu akan meneriakinya padahal saat itu dia berniat untuk membantunya.

"Aku berniat membantumu--"

"Aku tidak memintamu--akhh" gadis itu meringis saat kepalanya tiba-tiba sakit lagi.

"Lihat? Disaat seperti ini harusnya kau tidak bersikap angkuh" ujar Liam dingin, sangat berbeda dengan sebelumnya yang begitu lembut. "Apa sulitnya menerima bantuan orang lain dan berterima kasih?" Sambungnya membuat Linzy malu.

Gadis itu menundukkan kepalanya, menyesal. Yang dikatakan Liam memang benar, harusnya Linzy bersikap baik mengingat hari ini Liam terus membantunya.

Hari itu mungkin menjadi hari terburuknya, dia merasa begitu menyedihkan dan sialnya Liam harus melihat bagian dirinya yang ia benci. Namun gadis itu kini sadar bahwa melampiaskan kemarahannya pada Liam adalah sebuah kesalahan.

"Maaf" kata Linzy pelan.

"Kalau kau setuju ku antar pulang, kita pergi sekarang" kata Liam ketus.

"Iya" jawab gadis itu.

BE YOURS : The Sun | Jingga Untuk JudithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang