🍃15.

646 56 15
                                    

Sebulan berlalu, Jisoo tidak bisa apa-apa lagi. Dia begitu gengsi untuk menghubungi Seokjin, karna takut respon yang tidak sesuai keinginannya.

Tapi Jisoo begitu merindukan pria tersebut, mau bertanya dengan Jennie saja belum tentu temannya itu tau. Karna kekasihnya hanya bekerja di Seokjin.

Setiap harinya Jisoo hanya bisa diam dan termenung memikirkan nasibnya, tidak bisa kah dia merasakan dicintai oleh pria yang dia cinta(?) ketika sudah bertemu tapi kenapa dia dihadapi sebuah perjodohan aneh dari Ayahnya.

Menolak saja tidak bisa, karna ancamannya nyawa orang dicintainya, dia hanya bisa pasrah mengikuti takdir yang sudah ditetapkan pada dirinya.

Jisoo membuang nafasnya pelan, melirik arloji dijam tangannya.

Sebentar lagi jam pulang, dan Jisoo terlalu malas untuk pulang dan mendengarkan segala ocehan dari Ayahnya yang selalu membahas acara tunangan.

Jennie datang ke meja Jisoo, menunggu jam pulang perempuan bermata kucing itu ingin menghibur temannya. Dia tau masalah yang dihadapai Jisoo karna perempuan itu selalu bercerita, jadi Jennie hampir semua tau masalah yang dihadapi Jisoo.

"Ka."

Jisoo mengangkat kepalanya yang tadi nunduk, dan menampilkan sedikit senyumnya.

"Aku nanti pulang kerja mau ketemu sama Namjoon." ujarnya membuat Jisoo menyerit, kenapa harus melapor(?)

"Lalu?"

"Ada Ka Seokjin, kata Namjoon mereka sedang meeting diluar. Dan mungkin sekarang sudah selesai, mereka lagi makan." jelas Jennie.

Jisoo yang mendengarnya tertegun, sedikit tidak mengerti dengan Jennie yang tiba-tiba berkata seperti itu padanya. Ya walaupun ada sedikit rasa bahagia ketika Jennie menyebut nama orang dirindukannya.

"Aku tidak mengerti." Jennie membuang nafasnya pelan, memang dia sudah yakin kalau temannya ini tidak akan paham maksudnya.

"Ka Ji mau ketemu ga? Ini aku ngasih tau kalo Ka Seokjin lagi sama Namjoon, jadi mau ikut aku atau mau nitip salam aja?" Jelas Jennie membuat Jisoo terdiam, apakah dia harus bertemu dengan Seokjin(?) walaupun dihati kecilnya menginginkannya, tapi ada sedikit rasa cemas kalau setibanya dia disana Seokjin akan langsung pergi.

Yang membuat usahanya sia-sia.

"Jangan dipikirin Ka, mending Ka Ji ketemu aja dulu. Seengganya mengobati rasa rindu melihat wajahnya saja." Jennie tersenyum kecil, karna perkataannya sedikit menggoda Jisoo.

"Apa aku harus ketemu sama dia Jen?" Jisoo bertanya dengan raut wajah sedikit berharap.

"Iyah, aku yakin Ka Seokjin juga merindukan Kaka." ucapan Jennie sedikit menghibur hati Jisoo, karna perempuan itu menampilkan senyum kecilnya sekarang.

"Yasudah aku ikut Jen, tapi kamu jangan bilang Namjoon kalo aku ikut ya." ujar Jisoo, Jennie menganggukan kepalanya semangat.

"Iyah Ka, tenang saja." Jisoo tersenyum mendengarnya.

Jennie kembali ke mejanya, ada perasaan senang ketika melihat Jisoo kembali tersenyum hangat. Dia hanya sedikit membantu hubungan Jisoo dengan Bos dari kekasihnya, melihat temannya yang selalu murung membuat Jennie ikut merasakannya.

.

Sesampainya mereka dicafe tempat dimana Namjoon kirimkan alamatnya, dan menggunakan supir Jisoo mereka sudah sampai ditempat.

Ketika hendak masuk, Jisoo selalu membuang nafasnya sedari tadi. Dia begitu gugup, takut, senang menjadi satu.

Tiba-tiba dia merasakan sebuah genggaman ditangannya, lalu matanya melirik kearah samping. Dimana Jennie tengah tersenyum disana.

The Game [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang