PLAK!
Sebuah tamparan menyambut Arkan yang baru saja pulang ke rumahnya. Arkan tersenyum, sang Ayah memang tidak pernah mengganti ucapan selamat datangnya.
Bug!
Kali ini Rama menendang putranya hingga tubuh Arkan terbentur ke dinding, lagi lagi Hanna hanya bisa berusaha menenangkan suaminya. Suami yang akan sulit berhenti jika sudah mulai menganiaya anaknya.
Tes..
Arkan melihat darah menetes ke telapak tangannya, ia segera meraba asal tetesan darah itu ternyata hidungnya mimisan. Melihat Hanna panik Arkan berkata, "gak papa Bunda, Arkan baik-baik saja." ia berusaha berdiri dan berjalan menuju kamarnya sambil meraba dinding. Arkan merebahkan diri di kasur, ia memegang pipinya. Arkan mengeluarkan air matanya kali ini tamparan sang Ayah menghasilkan nyeri yang dahsyat Arkan tak mampu menahan rasa sakitnya. Bahkan ia tak sanggup untuk membersihkan darah mimisannya, karena fokus terhadap nyeri di pipinya.
Bunda mematahkan pandangan ku terhadap seorang ibu tapi, kurasa ibu terjahat di dunia tetaplah Mama. Andai mama tidak mengkhianati Papa, hidupku tidak akan begini, kan? Mungkin aku masih di sana bersama teman masa kecilku. Ma aku tidak tau apakah Mama masih pantas disebut Mama. Aku menjadi orang jahat bukan salahku, ini salah Mama! Papa melukai ku juga salah Mama! Aku benar-benar membenci mu, Ma! Batin Arkan, air matanya mengalir deras sejatinya dia lelah dengan semua yang terjadi dalam kehidupannya.
"Gue rasa Papa jauh lebih bahagia tanpa gue, kehadiran gue hanya mengingatkannya tentang Mama, kan?" Gumam Arkan. Arkan bangkit dari tempat tidurnya, membersihkan darah dan bertukar pakaian. Ia berdiri di hadapan cermin yang ada di lemari pakaiannya, ia memperhatikan wajahnya yang mulai membengkak. "Sepertinya hidup Lo gak akan pernah lepas dari luka," ia bicara pada cermin. "Iya fisik sama batin gue terbiasa menerima luka." "Menerima Luka? Lo gak Nerima, Lo nahan!" "Tapi gue..." "Sampai kapan? Lo hidup juga gak ada guna! Lo gak ada, pun mereka tetap tidak akan peduli!" "Lo bener," "No one cares about you! Mereka yang mendukung cuma bisa bicara! They don't what's it's like!" "STOP! IYA LO BENER!" "Buat apa Lo bertahan lebih lama lagi? Lo mau sehancur apa?"
Arkan terus bicara pada dirinya sendiri,
"BERHENTI!"
Krash!
Ia meninju cermin hingga pecah, meninggalkan noda darah dari tangannya di sana.
Hana yang mendengar suara kaca pecah dari luar segera bergegas mengambil kunci cadangan dan membuka kamar Arkan, ia mendapati putra bungsunya sedang berdiri menatap kaca yang pecah dengan darah yang terus mengalir dari punggung tangannya. Hanna memeluk Arkan erat, ia tak bisa menahan tangisnya. "Maafkan Bunda, sayang," ucap Hanna. Arkan kesal karena Hanna sering meminta maaf padahal menurutnya yang memiliki kesalahan itu Mama nya dan harusnya dia yang minta maaf.
~~~
Malam itu Dzakwan baru saja pulang kuliah, ia memilih beristirahat di sofa terlebih dahulu sembari memeriksa tugas kuliahnya di laptop.
Plontang! Plontang!
Dzakwan mendengar suara barang berjatuhan dari kamar adiknya, itu bukan kali pertama ia mendengar hal seperti itu. Arkan sebentar lagi akan melakukan hal yang membahayakan dirinya, karena terakhir kali ia memeriksa kamar adiknya setelah Arkan mengamuk ia mendapati Arkan sedang menyayat tangannya menggunakan cutter.
Segera Dzakwan mengambil kunci cadangan dan berusaha membuka pintu kamar adiknya, namun ia gagal mungkin di gagang dalamnya ada kunci yang juga tercantol. Dengan sekuat tenaga Dzakwan mendobrak pintu kamar Arkan.
BRAK!
Dzakwan sukses membuka pintu kamar adiknya dan mendapati Arkan sedang menodongkan pistol di dagunya dan bersiap untuk menarik pelatuk nya, Dzakwan bingung apakah itu pistol sungguhan atau tidak karena dia benar-benar panik. Dia bingung harus berfikir rasional atau tidak, apapun yang akan terjadi ia tak peduli ia pun berusaha merebut senjata api itu sebelum Arkan menarik pelatuk nya dan
Dor!
Dzakwan tak percaya itu senjata api sungguhan, karena Dzakwan berusaha merebutnya peluru itu menyasar ke rak buku Arkan meninggalkan bekas dan asap di sana. Kemudian Dzakwan mengambil paksa senjata api itu dan melemparkannya ke bawah meja kemudian memeluk adiknya. "Ar Lo jangan bodoh! Lo mau bunuh diri? Lo pikir bunuh diri bikin rasa sakit Lo hilang? Lo sadar gak itu akan menciptakan rasa sakit baru pada orang-orang yang sayang sama Lo!" Ucap Dzakwan tepat di telinga Arkan,
"Gue tahu hidup Lo berat Ar, mungkin gue juga gak akan kuat jika jadi Lo. Tapi, please jangan pernah lakuin ini lagi, gue yakin ada bahagia yang nungguin Lo di masa depan. Karena dari semua rasa sakit yang udah Lo jalani, Lo berhak bahagia," Ucap Dzakwan.
Dzakwan segera bergegas menyembunyikan senjata api itu syukur saja itu senjata api yang di lengkapi peredam jadi, tidak meninggalkan suara letusan. Tak lama kemudian Hanna datang, ia terbangun karena mendengar keributan. "Ehm maaf bunda, tadi mas Cuma negur Arkan karena jam segini belum tidur." ucap Dzakwan. Arkan mengernyitkan kening, lagi-lagi Dazkwan melindunginya. "Oh, mas benar, kamu harus tidur besok kan sekolah." Tutur Hanna.nSetelah memastikan Hanna pergi, Dzakwan menarik Arkan menuju kamarnya dan mengunci pintu.
BRAK!
Dzakwan membanting Arkan ke Kasur. "Dari mana Lo dapetin senjata api?" Tanya Dzakwan. Arkan hanya diam. "Gua gak bodoh Ar, ini ilegal kan? Ga sembarangan cara bisa dapatin ini," Tanya Dzakwan kembali. "Gue, gue anggota Chakrabharata," jawab Arkan singkat. "A...apa? Ar jangan bilang Lo pernah melakukan kriminal?" Tanya Dzakwan lagi, kali ini suaranya lebih pelan. "Maaf," ucap Arkan. "Astaghfirullah, " Dzakwan terkejut mendengar pernyataan adiknya itu, ia beristighfar terus menerus di dalam hatinya. "Malam ini gue tidur di sini, suka gak suka Lo sekarang di bawah pengawasan gue," perintah Dzakwan. Arkan hanya diam, ia menurut saja. Malam itu Dzakwan berusaha untuk tidak tidur, ia berusaha bergadang mengawasi adiknya.
Dzakwan mengerti perasaan adik sambung nya itu. Perasaan tertekan dan rasa sakitnya. Dzakwan sadar mental adiknya benar-benar sudah hancur. Ia hanya seorang anak yang berharap pengakuan dari sang ayah, bahkan bersedia menerima siksaan hanya untuk membuat sang ayah merasa bahagia.
Arkan selama ini berusaha mengontrol dirinya sendiri agar tidak kehilangan akal. Menahan semua rasa sakitnya sendiri, menyembunyikan tekanannya karena terjebak di dalam gank mengerikan, dia selalu bersikap seolah kehidupannya baik-baik saja. Namun, siapa sangka pada akhirnya tubuhnya tak sanggup hingga pada akhirnya ia menderita gangguan kecemasan.
Ia hanya berusaha mengikuti semua keinginan papanya demi suatu pengakuan, demi sesuatu yang sudah hilang sejak lama yaitu, rasa cinta dari papa kandungnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Don't Know What It's Like ✅(COMPLETE)
Teen Fiction⚠️ DON'T COPAST!⚠️ Brandal, Pembuat masalah, dan pembangkang! Itulah kesan banyak orang yang mengenal Arjuna Dwi Arkan, Pria menyebalkan yang hidupnya seakan tanpa beban meskipun meresahkan, juga tak sedikit orang yang tidak menyukai pria itu. Namu...