You Don't Know XXIV

286 29 0
                                    

"Bunda, kita gak langsung pulang?" Tanya Arkan pada Hanna yang fokus menyetir, namun Hanna hanya diam. Saat di lampu merah Hanna menundukkan kepalanya hingga menyentuh stir, terlihat dengan jelas air matanya tumpah setetes demi setetes. "Bunda menangis? Ada apa Bunda?" Tanya Arkan,

Hanna menegakkan badannya, menghapus air matanya. Ia memandangi Arkan yang duduk di samping kursi kemudi lalu mengelus pipi anak sambungnya itu, "It's okay," ucapnya lirih.

Kemudian Hanna melanjutkan perjalanan hingga sampai di suatu tempat yang tidak asing untuk Arkan, Arkan memperhatikan keadaan sekitar.

Rumah Sakit Jiwa Mental health

Arkan membaca dengan jelas plang nama itu dan kemudian mereka masuk ke gerbangnya. "Maaf bunda Arkan selalu melewatkan jadwal kemari," Ucap Arkan lagi.

Hanna masih diam hingga memarkirkan mobilnya dengan sempurna. Arkan mengikuti Hanna keluar mobil, Hanna menarik nafas panjang dan memeluk Arkan erat. "Maafkan bunda, sayang." Ucap Hanna. "Bunda, apa Arkan sudah kehilangan kewarasan?" Tanya Arkan. "Kamu gak pernah kehilangan kewarasan sayang, kamu baik-baik saja," ucap Hanna. "No, Arkan sakit, kan? Bunda. Gangguan kecemasan Arkan semakin parah, kan?" Ucap Arkan. "Kamu akan selalu baik-baik saja," ucap Hanna. Arkan terdiam, ia sangat sadar jika ia sedang sakit, dan mungkin akan segera menjadi gila? "Maafkan bunda," ucap Hanna.

Masyarakat awam rata–rata banyak menganggap bahwa orang yang mengidap gangguan jiwa alias gangguan mental emosional hanyalah orang gila. Faktanya, orang yang mengalami gangguan jiwa tidak semuanya dapat disebut gila secara medis. Dalam artian Arkan tidak gila hanya saja mentalnya sakit.

Arkan mengikuti Hanna hingga ke sebuah ruangan, sepertinya ibu tirinya itu sudah membuat janji dengan dokter sehingga tidak ada antri. dr. Sarah Sausan, Sp.Kj Arkan membaca nametag milik dokter itu, dokter yang biasa menjadi terapisnya. Setelah melakukan beberapa tahap pemeriksaan tanpa sengaja Arkan mengetahui suatu pernyataan bahwa dirinya harus mendapatkan penanganan khusus di rumah sakit namun, alasan sebenarnya Arkan dianjurkan untuk tidak pulang karena rumahnya bukan tempat yang tepat untuk mendukung kondisinya.

***
Setelah sekitar enam Bulan Arkan melakukan rehabilitasi, keadaannya sedikit lebih baik. Gangguan cemasnya tidak lagi datang terus menerus, hanya tiga atau empat kali dalam seminggu. "Pagi, bagaimana perasaan kamu hari ini?" Tanya Sarah, dokter yang menangani dirinya. "I'm good," Arkan. "Mau Hospital tour?" Tanya Sarah. "Emang gak papa kak?" Tanya Arkan, ia memanggil Sarah dengan sebutan kakak atas permintaan Sarah sendiri agar Arkan merasa lebih nyaman. Lagi pula usia Sarah masih tergolong muda. "Tentu saja, kamu bilang kamu good kan?" Ucap Dokter Sarah.

Arkan mengikuti Sarah menjelajahi rumah sakit, hingga mereka sampai di ruangan khusus pasien gangguan jiwa berat, dan memperhatikan bagaimana sabarnya para dokter dan perawat di sana menghadapi mereka. "Kakak apakah mereka akan membaik?" Tanya Arkan. "Mereka hanya mengalami gangguan psikotik," ucap Sarah. "InsyaAllah dengan terapi yang tepat bisa membaik," lanjutnya. "Gangguan psikotik itu sama kayak psikis atau ada pengertian sendiri?" Tanya Arkan. "Gangguan psikotik adalah sebuah keadaan ketika seseorang tidak dapat membedakan antara dunia nyata dan dunia khayalnya atau bisa di bilang ketika pikiran mengalami gangguan berat sehingga mengganggu pengendalian diri." Jelas Sarah,

"Kak, Kenapa kakak memilih menjadi dokter ahli kejiwaan?" Tanya Arkan. "Untuk membantu mengisi kekosongan yang ada di dalam hati seseorang, menguatkan jiwanya, dan menyelamatkannya," jawab Sarah. "Apa saya butuh di selamatkan?" Tanya Arkan. "Menyelamatkan ya? Hm... Sebenarnya kamu sendiri yang bisa menyembuhkan diri kamu," jawab Sarah sembari tertawa kecil. Arkan tertawa kecil mendengar ucapan Sarah, bagaimana ia bisa menyelamatkan dirinya sendiri?

You Don't Know What It's Like ✅(COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang