"Hey, how are you?" Tanya Sarah yang mendapati Arkan sedang duduk sembari membaca buku. "I'm fine," jawab Arkan singkat. "Apa kamu punya sahabat?" Tanya Sarah. Arkan mengangguk. "Ikut kakak yuk, " ucap Sarah sambil menarik tangan Arkan,
Arkan mengikuti Sarah ke ruangannya dan Arkan terkejut melihat Rey di sana. "Rendy?" Ucap Arkan. "Yo! Howdy? Lo hobi banget ya ngilang." Ucap Rey sembari meninju lengan Arkan pelan. Arkan hanya terkekeh, "I'm good." "Kesini kok gak ngajak gue?" Ucap Rey. "Ngapain gue ngajak Lo?" Tanya Arkan. "Kita kan dua hal yang tidak bisa dijauhkan, sayang." canda Rey. "Huweek! Kak, kayaknya ini orang butuh Konsul," ucap Arkan pada Sarah yang masih membersamai mereka.
Sarah tak bisa menyembunyikan perasaan bahagia nya melihat Arkan tertawa lepas bersama teman baiknya itu. "Pantes aja lu betah di sini, dokternya cantik banget cuy." ucap Rey lepas. "Dokter, masih ada lowongan pasien?" Tanya Rey. "Dih! Sejak kapan ada yang namanya lowongan pasien?" Ucap Arkan. "Sejak hari ini." jawab Rey.
Di sisi lain saat Arkan dan Rey berbincang, Sarah memperhatikan gesture Arkan dengan seksama. Tanpa Arkan tahu ternyata diam-diam Sarah menemui ibu kandung Arkan namun, tidak di sambut baik. Ia sungguh tidak tahan dengan sikap ibu kandung Arkan, seorang ibu yang dulunya mati-matian memperjuangkan kelahiran anaknya kemudian dalam sekejap samasekali tidak peduli padanya?
Segala hal pemicu trauma Arkan benar-benar berasal dari masa kecilnya yang tidak menyenangkan. Namun, ia berusaha menstabilkan dirinya sendiri dengan berusaha mengingat kebahagiaan yang ia pernah rasakan meskipun sedikit. Arkan yang terlalu lama berusaha memahami perasaan ayah kandungnya, tidak pernah memperdulikan apapun yang dilakukan sang Ayah. Tapi, kali ini ia tak kuat, untuk saat ini bahkan untuk melihat foto orangtuanya bisa mengundang luka masa lalunya, membangkitkan traumanya. Satu hal yang memungkinkan memperbaiki kehidupan Arkan adalah dengan membawanya ke kehidupan baru tanpa luka.
***
Arkan berdiri menghadap jendela di kamar rawat inapnya, melihat pemandangan perkotaan yang tak jauh dari lokasi rumah sakit. Sesekali ia berfikir apakah ia akan kehilangan kewarasan? Namun, ia juga memikirkan ucapan Pak Rhino. Pak Rhino benar ia tak boleh terlihat lemah, seharusnya ia bisa membuktikan bahwa ia baik-baik saja meskipun tanpa ibu yang begitu ia benci. Dan ia masih punya Bunda yang tidak boleh ia kecewakan.Beberapa bulan di rawat di rumah sakit, membuat Arkan semakin membaik. Bahkan gangguan paniknya jarang sekali kambuh. Arkan memikirkan ucapan bundanya, mungkin benar ia harus pindah. Pergi mungkin adalah jalan terbaik karena menjauh dari sebab trauma yang ia alami.
"Mama membenci gue karena gue adalah anak papa, lelaki yang sudah ia tak cintai lagi. Dan Papa membenci gue karena? Gue rasa karena Idris, papa mungkin meragukan apakah gue benar anaknya atau tidak dan tentu saja juga karena papa sudah membenci Mama kan? Faktanya gue lahir dari rahim mama," gumam Arkan pada dirinya sendiri.
"Kenapa cinta bisa memudar? Kenapa dua orang yang saling mencintai bisa tak lagi cinta? Kenapa? Gue tidak akan pernah percaya lagi dengan cinta. Berawal dari cinta lalu papa dan mama saling membenci dan awalnya mereka mencintai gue dan sekarang tidak lagi. Oh Tuhan gue benar-benar meragukan cinta. Apa sebaiknya gue tidak membuat bunda mencintai gue? Karena setiap rasa cinta menghadirkan kebencian, kan?" Batin Arkan.
"Sebaiknya gue benar-benar pergi," Ucap Arkan dengan nada yang lebih tinggi
Terkadang pergi adalah jalan terbaik. Tak selamanya bertahan itu pilihan yang benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Don't Know What It's Like ✅(COMPLETE)
Roman pour Adolescents⚠️ DON'T COPAST!⚠️ Brandal, Pembuat masalah, dan pembangkang! Itulah kesan banyak orang yang mengenal Arjuna Dwi Arkan, Pria menyebalkan yang hidupnya seakan tanpa beban meskipun meresahkan, juga tak sedikit orang yang tidak menyukai pria itu. Namu...