TH | 09

521K 58.1K 2.9K
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



*****




"Umma, saya udah selesai piketnya. Saya pamit, ya." Ujar Dira pada Umma Hafsah yang hendak ke dapur dan dirinya yang hendak keluar dapur.

"Ooh, ya, Nduk. Makasih, ya, udah mau bantuin Umma beres-beres, udah mau bantuin masak juga." Balas Umma Hafsah dengan senyum lembutnya.

Dira membalas senyum itu. "Sama-sama, Umma. Kalo gitu saya pamit. Assa--"

"Kenapa nggak ikut kita makan aja?"

Ucapan Dira terpotong oleh Abi yang sudah berada di belakang Umma-nya. Umma Hafsah menoleh ke belakang dan Dira yang mendongak menatap laki-laki itu.

"Nggak papa, kan, Umma?" Tanya Abi meminta persetujuan pada Umma Hafsah.

Umma Hafsah memandang anak sulungnya itu sejenak lantas mengulas senyumnya sambil mengangguk. "Ndak papa, boleh. Nadira kalo mau makan bareng kita, ayo."

Abi tersenyum tipis sedangkan Dira tersenyum tidak enak. Masa iya dirinya makan bersama keluarga ndalem?

"Nggak usah deh Umma, Gus. Saya bisa makan di dapur santri bareng yang lain." Tolak Dira yang merasa tidak enak.

Padahal dalam hati dirinya berseru ingin. Makanan di ndalem jauh lebih enak daripada makanan yang dimasak di dapur santri. Tapi Dira juga punya malu, tadi pagi sudah disuruh sarapan di sini, masa iya makan siang juga di sini?

"Kenapa? Apa makanannya kurang enak?" Tanya Abi.

Dengan cepat Dira menggeleng dan menggerakkan telapak tangannya ke kanan-kiri. "Nggak! Enak kok enak. Cuma ya saya aja yang ngerasa nggak enak. Tadi pagi udah dikasih sarapan, masa iya makan siangnya juga di sini?"

"Ndak ada masalah Nduk. Malah kita seneng banget kalo Nadira mau makan sama kita." Balas Umma Hafsah. "Iya, toh, Gus?" Wanita itu beralih menatap Abi dengan tatapan yang menyiratkan akan kejahilan.

Dan Abi hanya tersenyum tipis saja menanggapi.

"Nadira mau, kan?" Tanya Umma Hafsah.

"Eee..." Dira bingung. Sebenarnya ingin sekali gadis itu menerima tawaran Umma Hafsah dan Abi, tapi rasa tidak enak itu terus bersemayam di hati nya.

"Mau, ya?" Tanya Umma Hafsah lagi.

Dira menggeleng nafas pelan dan akhirnya mengangguk sambil tersenyum. "Saya mau, Umma." Tidak enak juga jika menolaknya. Hehew...

Umma Hafsah tersenyum senang sambil mengusap lengan menantunya itu. "Ya udah, Nadira sama Gus ke meja makan duluan. Umma mau panggil Abah sama si kembar dulu."

"Biar Abi aja yang manggil mereka, Umma." Tawar Abi.

Umma Hafsah menggeleng, menepuk bahu anak sulungnya dan berbisik sebelum pergi. "Hargai waktu berdua kalian."

The Hidden [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang