Rumor
>> - - - - - - - - - - «» - - - - - - - - - - <<Semakin hari rumor bahwa Harry merupakan keturunan Slytherin semakin sering Talisa dengar. Entah dari mana rumor tak berdasar itu muncul, tapi itulah topik perbincangan yang hangat saat ini.
"Kenapa rumor menjijikkan seperti itu muncul?"
"Kau sudah mengucapkan itu banyak kali, Draco." Talisa melemparkan batu kecil ke arah Draco. Mereka berdua berada di tepi danau mati. Tempat yang mereka sepakati menjadi tempat Talisa akan membantu Draco tentang pelajaran.
"Maksudku, bukankah seharusnya keturunan Salazar Slytherin juga merupakan anak asrama kita?" Ucap Draco.
"Entahlah. Tapi aku setuju bahwa orang itu bukan Harry." Balas Talisa menanggapi.
"Aku bahkan lebih baik dari dia."
"Draco, mereka mengira Harry sebagai keturunan Slytherin hanya karena Harry terkenal. Bahkan saat ia masih bayi, tak ada orang yang tak mengenalnya."
"Ya, semua karena ia terkenal. Kalau tidak pasti ia tak akan se sombong ini." Gerutuan Draco masih berlanjut.
"Sudahlah. Berhentilah membicarakan hal itu dan selesaikan membaca buku itu." Ucap Talisa yang mulai geram menanggapi hal yang sama terus menerus.
"Kau tahu, kadang kau lebih menakutkan dari Profesor Snape." Ucap Draco dengan menatap Talisa heran.
"Terimakasih pujiannya." Balas Talisa sembari memandang buku yang sedang Draco baca. Memberi isyarat untuk segera menyelesaikan bacaannya.
Keadaan mulai sunyi kembali. Talisa melanjutkan untuk menulis surat, ia masih secara rutin menuliskan surat laporan untuk Megan. Walau ia tak mau, tetapi ia harus. Menyedihkan memang, tapi fakta bahwa Megan dan manor yang ia benci adalah satu satunya tempat ia pulang, tempat yang bisa ia panggil rumah. Sedangkan ia tak mau terlalu berharap akan diterima kedua kalinya di rumah Profesor Snape.
Talisa menulis semua hal yang biasa ia laporkan. Seperti keadaan sekolah, masalah yang ada di sekolah, hingga beberapa kesehariannya yang perlu dilaporkan. Tapi untuk kesehariannya, tak semua ia katakan dengan jujur, tapi tak sepenuhnya kebohongan yang mencurigakan. Cukup untuk membuat orang lain percaya.
"Draco." Panggil Talisa setelah ia selesai menulis suratnya.
"Apa?" Balas Draco sambil masih membaca.
"Apa rasanya hidup di rumahmu? Maksudku, kau kaya dan memiliki orang tuamu yang menyayangimu."
"Menyenangkan, aku bisa membeli apapun yang ku inginkan. Walau kadang ayah mengerikan." Balas Draco dengan santai. "Kenapa kau bertanya?"
"Ah, aku berharap aku adalah anak keluargamu. Bukankah aku akan hidup mewah dan nyaman." Talisa terkikik pelan. "Tapi aku tak mau punya saudara sepertimu. Pasti sangat menyebalkan."
"Siapa juga yang mau punya saudara perempuan sepertimu." Draco membalas ledekan Talisa.
"Hei, aku sosok anak perempuan idaman tau ngga? Pintar, cantik, dan baik." Talisa menyombongkan diri.
"Kenapa kau memberi alasan yang tak bisa ku sangkal."
"Itu karena kau tak akan bisa mengalahkan ku." Balas Talisa sambil tertawa.
"Apa keluargamu seburuk itu?" Draco menunjukkan keingintahuan.
"Fakta bahwa aku tak mendapat uang saku saja sudah menjadi bukti yang jelas." Talisa.
"Itu terdengar cukup mengerikan." Malfoy menaikkan alisnya. Dia diam sejenak dan secara tiba tiba mengatakan ide yang tak masuk akal.
"Bagaimana kalau kau datang ke rumahku saat liburan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatum - Harry Potter Fanfict
FanfictionBagaimana jika saudara kembar Harry Potter yang dianggap telah mati bersama insiden itu masih hidup? Talisa Lily Potter yang hidup dalam kegelapan. Hingga ia bahkan tak bisa mengharapkan cahaya. Yang membuatnya hidup dalam bayangan. Apa yang akan te...