Kelas Ramuan
>> - - - - - - - - - - «» - - - - - - - - - - <<
Sabtu pagi, bahkan matahari masih belum menampakkan banyak sinarnya. Talisa terbangun sangat pagi. Menikmati keheningan kamar asramanya dengan membaca buku sejarah Hogwarts yang ia dapat dari Cedric Diggory dua hari lalu. Dimana teman-teman sekamarnya masih tertidur lelap menikmati tidur akhir pekan mereka.Tak ada informasi yang Talisa harapkan dalam buku ini. Secara garis besar hampir sama dengan apa yang ia dengar dari Professor Binns dan apa yang telah ia tahu sebelumnya.
Talisa menutup buku itu. Menghela nafas pelan. Merasa apa yang ia lakukan sekarang adalah suatu yang sia-sia.
‘Aku butuh udara segar,’ batin Talisa.
Ia beranjak dari tempat tidurnya. Membuka pintu kamar pelan dan melangkah keluar. Seperti yang ia bayangkan, suasana masih sepi, bahkan bukan hal yang salah untuk menyebutnya tak ada siapa pun.
Talisa berjalan keluar menuju halaman depan sekolah. Kabut masih bisa ia rasakan di kulitnya. Dingin tapi juga menyegarkan. Suara gesekan daun, angin yang berhembus, dan cuitan burung samar terdengar. Suara-suara yang menemaninya selama ini.
Talisa memperhatikan sekitarnya. Setelah yakin bahwa ia benar-benar sendiri, ia mengeluarkan tongkatnya dan mengucapkan mantra sederhana untuk hiburan. Seperti melayangkan batu dan menyusun setinggi mungkin, bermain dengan burung-burung kertas, dan kadang merapal beberapa mantra kecil yang belum ia kuasai sepenuhnya sebagai latihan ringan.
Waktu berjalan dan suara riuh siswa mulai bersahutan. Tetapi Talisa masih fokus dengan kesibukannya, terduduk di tepi. Kadang ada kalanya ia merindukan suasana sepi yang menemaninya dulu.
Siswa yang lain sibuk membicarakan pertandingan hari ini. Hari dimana asramanya, Slytherin akan bertanding melawan Gryffindor dalam pertandingan Quidditch. Tak mungkin Talisa akan lupa hari yang selalu Draco banggakan pasti akan menjadi kemenangannya sepanjang waktu. Talisa tak bisa tak setuju melihat sapu terbang yang tim mereka miliki. Sapu tercepat yang bisa dibeli dengan emas.
Mendekati jam sebelas, semua keramaian beralih menuju stadion Quidditch. Talisa yang ingin tau performa sapu terbang mahal itu juga menuju ke salah satu bagian, dimana semua teman asramanya berada. Dengan susah payah ia melewati keramaian untuk mencapai Daphne.
"Talisa, ku kira kau tak akan kesini." Ucap Daphne menarik tangan Talisa mendekat.
"Aku merasa akan ada sesuatu untuk mengejek Draco nanti." Talisa tersenyum.
"Yah, walau telingaku panas setiap mendengar ocehannya tentang pertandingan kali ini. Aku harap ocehan itu bukan hanya bualan." Daphne memunculkan wajah jengkel dan berharapnya. Dan Talisa mengangguk setuju.
Sorakan dari tribun Slytherin bersautan. Ternyata tim Slytherin telah keluar menuju stadion. Di lanjutkan dengan tim Gryffindor yang diikuti sorakan lebih kencang dari tribun Gryffindor, Hufflepuff, dan bahkan Rafenclaw yang juga ingin melihat kekalahan Slytherin.
"Buuu... Buuu..." Siswa Slytherin secara serentak by tak mau kalah.
Flint dan Wood mendekat ke arah Madam Hooch. Saling berjabat tangan dan melempar pandangan mengancam. Tak lama kemudian peluit berbunyi dan permainan pun dimulai.
Tim Slytherin sesuai dugaan melesat cepat. Mencetak poin demi poin.
Hujan mulai turun. Tetes tetes air hujan membasahi semuanya, mulai dari pemain hingga penonton, tapu tampaknya tak menghilangkan semangat semua orang.
"Slytherin masih memimpin, enam puluh lawan nol." Ucap Lee Jordan yang menjadi komentator. Sangat jelas terlihat sapu superior Slytherin menunjukkan kehebatannya. Sementara Talisa melihat si Bludger tampak selalu mengejar Harry, dan Fred George yang selalu menemaninya untuk memukul bola itu menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatum - Harry Potter Fanfict
FanfictionBagaimana jika saudara kembar Harry Potter yang dianggap telah mati bersama insiden itu masih hidup? Talisa Lily Potter yang hidup dalam kegelapan. Hingga ia bahkan tak bisa mengharapkan cahaya. Yang membuatnya hidup dalam bayangan. Apa yang akan te...