28- JANGAN PERNAH SENTUH DIA!

483 32 17
                                    

Aku dihancurkan oleh keluarga ku sendiri lalu aku bangkit karena aku sadar bahwa jika kita lemah orang-orang yang tidak suka kepada kita akan terus menindas bahkan menghancurkan kita, entah itu secara perlahan atau tiba-tiba”

_Revanza Arfandy Bratadikara

28- Jangan pernah sentuh dia

Revan berdiri di atas balkon kamarnya, dia memandangi foto-foto yang dirinya ambil bersama salsa tadi siang. Deretan foto mereka berdua terpampang jelas disana. Senyuman bahagia mereka tunjukkan di setiap foto. Rasanya Revan ingin lebih lama lagi bersama Salsa akan tetapi hari yang telah sore mengharuskan mereka berdua untuk pulang ke rumah masing-masing.

Senyum Revan terbit ketika melihat belasan foto Salsa yang ia ambil secara diam-diam, gadis itu sangat terlihat cantik dan menggemaskan. Revan memang ahli dalam memotret jadi tak heran jika foto yang ia ambil diam-diam tidak terlihat begitu buruk bahkan bisa dibilang sempurna karena tidak ada satupun yang menampakkan aib Salsa.

Saat sedang asyik menggeser-geser foto yang ada di ponselnya tiba-tiba benda pipih yang ada di tangannya bergetar menandakan ada seseorang yang menelponnya. Revan melihat nama seseorang yang menelponnya, Revan berdecak ketika melihat tulisan 'Anak anjing!' Yang terpampang jelas di layar ponselnya. Dengan cepat Revan menggeser tanda merah untuk menolak panggilan tersebut. Tidak berselang lama ponselnya kembali bergetar menampakkan nama yang sama dengan panggilan sebelumnya.

Revan mengusap wajahnya kasar dengan sangat amat terpaksa akhirnya Revan mengangkat panggilan telepon itu.

"Apaan anjing! Ganggu banget Lo" tanya Revan dengan ketus kepada seseorang disebrang sana.

"Weits santai bro, gue mau bicara baik-baik sama Lo bukan mau cari masalah, oke?"

"Gue nggak ada urusan sama Lo! Jadi Stop ganggu hidup gue!" Peringat Revan penuh penekanan.

"Gue emang nggak ada urusan sama Lo tapi bokap yang nyuruh gue bicara sama Lo"

"Dia sakit keras, katanya pengen ketemu sama Lo sebelum dia meninggal"

"Nggak usah bercanda bisa nggak sih? Terakhir kali kita ketemu dia baik-baik aja kan? Percuma Lo ngomong dia sakit keras segala, keliatan banget bohongnya"  Revan terkekeh di akhir kalimat.

"Gue nggak bercanda Van, dia emang sakit keras. Kata dokter dia mengidap penyakit kanker stadium 3" suara Bara terdengar bergetar.

"Halah! Pake bawa-bawa penyakit kanker segala kena beneran mampus"

"Revan! Gue tau selama ini dia kasar sama Lo, tapi tolong.... Buka mata hati Lo. Biar bagaimanapun dia orang tua kandung Lo! Jadi tolong datang kesini jenguk dia katanya dia mau ketemu sama Lo"

Revan terdiam sejenak memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya "Oke! Karena gue masih punya hati, gue kesana sekarang! Puas?!"

"Emang seharusnya gitu bangsat! Datang kesini sekarang juga! Bokap udah nungguin Lo"

Revan mematikan panggilannya, dia mengacak rambutnya frustasi. Apakah dia harus mempercayai Bara? Hati kecilnya berkata bahwa Bara sedang membohongi dirinya, akan tetapi suara saudara tirinya itu sangat meyakinkan bahwa sedang terjadi sesuatu pada pada ayah mereka.

Revan menatap langit malam sekejap, ia menghembuskan nafas kasar "gue harus apa?."

*  *  *

REVANZA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang