42- HALUSINASI ATAU KENYATAAN?

406 35 7
                                    

Setiap hari, aku selalu berdoa kepada Tuhan agar kau kembali ke dunia ini. Tapi apakah itu bisa terjadi?

_Revanza Arfandy Bratadikara

42- Halusinasi atau kenyataan?

Pagi ini matahari bersinar tidak terlalu terik, mungkin karena tertutup putihnya awan. Suasana yang sangat cocok untuk healing dan memanjakan diri sendiri.

Kali ini Revan memutuskan untuk tidak berangkat sekolah dan lebih memilih pergi jalan-jalan untuk sekedar mencari angin dan menenangkan pikirannya yang sangat kacau karena suatu masalah.

Selain itu juga ia sangat malas bertemu dengan wanita 'pengganggu' hidupnya siapa lagi kalau bukan Nabilla.

Setelah kejadian kemarin di sekolahnya, Revan merasa bahwa tingkat kebenciannya kepada Nabilla telah melebihi batas. Sekarang, untuk mendengar namanya saja tidak Sudi apalagi menjadi suaminya kelak?
Rasanya dia ingin muntah begitu saja saat mendengar Papahnya berkata bahwa dirinya adalah calon suami dari Nabilla.

Revan berjalan menuju garasi rumahnya. Ia memakai helm fullface dan menyalakan mesin motornya.

Brum Brum Brum .....
Suara deruan motor Revan memenuhi seluruh garasinya. Setelah memanaskan motornya, ia melenggang pergi meninggalkan rumahnya.

Revan menghentikan laju motornya tepat didepan rumah Salsa. Akan tetapi, rumah itu sekarang sangatlah sepi dikarenakan setelah Salsa meninggal kedua orang tuanya memutuskan untuk pindah dari sana entah apa alasannya.

Dibalik helm fullface nya, Revan tersenyum pilu. Ia kembali mengingat gadis cantik itu.

"Gue kangen banget sama Lo" batin Revan.

"Gimana keadaan Lo disana cantik? Gue harap baik-baik aja ya ...."

"Andaikan Lo masih ada, kita bisa jalan-jalan bareng keliling Jakarta bahkan keliling dunia pun gue mau asalkan sama Lo. Tapi .... Lo udah pergi duluan."

"Tunggu gue ya cantik, gue akan nyusul lo kesana. Lagian nggak ada gunanya juga gue hidup di dunia ini" ucap Revan dalam hati.

Revan menghembuskan nafas berat kemudian ia kembali melajukan motornya menuju ke suatu tempat.

Jalanan cukup ramai karena sekarang adalah jam dimana orang-orang sibuk bekerja dan dengan mudahnya Revan menyalip kendaraan-kendaraan yang ada didepannya dengan kecepatan tinggi.

Tak ada rasa takut sedikitpun pada dirinya. Menurutnya membawa motor dengan kecepatan tinggi bisa mengurangi sedikit rasa stres dan beban pikirannya. Walaupun begitu tetap saja berbahaya, bukan?

Dering telepon disaku jaket miliknya mampu memecah konsentrasi Revan saat berkendara. Dengan segera ia menepikan motornya.

Revan mengambil handphone dari sakunya. Terlihat jelas nama "Gilang stress🐒" pada bar teleponnya. Tanpa berlama-lama Revan langsung mengangkat panggilan telepon dari sahabatnya itu.

"Kenapa?" Tanya Revan to the point.

"Woi anjing! Ngapa Lo nggak berangkat bangsat!!" Murka Gilang.

REVANZA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang