40- NOT LIKE OR LOVE JUST OBSESSION

386 28 11
                                    

“Perasaan ku masih sama, tetap untukmu bukan yang lainnya meskipun ki kau telah pergi meninggalkan ku untuk selamanya”

_Revanza Arfandy Bratadikara

40- Not like or love but just obsession

Sudah setahun Salsa meninggalkannya. Akan tetapi, perasaan Revan masih sama, tetap untuknya bukan yang lain meskipun dia telah tiada.

Hari-hari Revan terasa hambar tak seperti dulu yang sangat berwarna saat gadis itu masih ada. Senyuman yang menghiasi wajahnya perlahan menghilang sejak hilangnya Salsa dari dunia ini.

Sejak saat itu juga dia memutuskan untuk tinggal dirumahnya sendiri dan tak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumah Fero. Karena menurutnya, di sanalah awal dari semua masalah ini terjadi.

Kini Revan sedang berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Walaupun sebenarnya dia sudah tidak berminat untuk bersekolah, akan tetapi dia telah kelas 3 yang artinya sebentar lagi dirinya lulus jadi dia terpaksa melanjutkan sekolahnya.

"REVANJING!!" Gilang berteriak dari ujung koridor sekolah. Suaranya menggema di seluruh lorong koridor.

Revan hanya berdecih mendengar itu. Ia tetap berjalan tanpa merespon ataupun menoleh ke arah Gilang.

"Anjay gue dikacangin. Tungguin Napa woi!!" Gilang menggelengkan-gelengkan kepalanya. Sementara Arbi hanya memutar bola matanya malas. Gilang berlari menghampiri Revan sedangkan Arbi hanya berjalan santai dibelakangnya.

Gilang telah sampai disamping Revan. Dia memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Revan dengan jelas. "Van, telinga Lo masih berfungsi 'kan?" Tangan Gilang terangkat dan memegang telinga Revan seraya memperhatikannya.

"Stres" desis Revan.

"Anjir, Bi gue dikatain stres sama Revan!!" Gilang berteriak untuk mengadu ke Arbi yang posisinya jauh dibelakang.

"Bacot!!" Sarkas Arbi.

"Temen gue pada kenapa sih? Heran gue." Gilang menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Oh iya Van, tugas fisika yang kemarin udah Lo kerjain belum?" Tanya Gilang. Namun, Revan tetap terdiam tak menjawab.

"Woi Van! Gue tanya Lo ini" sentak Gilang.

Revan hanya menoleh dan mengangkat sebelah alisnya membuat Gilang mengusap wajahnya frustasi. "Astaghfirullah, gini amat punya temen Bolot."

Revan menghentikan langkahnya, ia menoleh menatap wajah Gilang dengan intens. "Ngomong apa Lo barusan?" Tanya Revan dengan dingin.

"Eh, cuma bercanda Van" Gilang mundur beberapa langkah menjauhi Revan. Ia bergidik ngeri saat melihat Revan yang menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

"Mampus Lo" ucap Arbi saat sampai disamping Gilang.

"Gue nggak suka bercandaan yang bawa-bawa fisik." Revan menatap mereka bergiliran.

"Iya nih parah banget si Gilang bercanda bawa-bawa fisik. Nggak usah ditemenin aja Van." Arbi berpindah posisi yang awalnya berada di samping Gilang kini menjadi di samping Revan.

"Ya maaf Van, gue cuma kesel sama Lo. Lagian gue ajak ngomong tapi Lo cuma diem aja" ujar Gilang.

"Hm." Revan hanya menjawab dengan deheman singkat.

"Makannya punya mulut dijaga" ucap Arbi menasehati.

"Ck! Berisik Lo." Gilang berdecak sebal. Setelah itu mereka kembali melanjutkan langkahnya menuju ke kelas XII IPA 1. Semuanya terdiam, tak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun. Tiba-tiba suara melengking memenuhi Indra pendengaran seluruh orang yang ada disana.

REVANZA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang