It's Okay To Be Angry *31

56 14 0
                                    

Amarah, kesedihan, kebingungan, kehampaan, bercampur aduk dan mengikis hati. Perasaan apa dulu yang harus dia luapkan? Dia sendiripun tidak tahu. Tapi satu hal yang pasti adalah kenapa? Kenapa dia masih menangis? Dia sudah tahu semua ini akan terjadi, dan bunda-nya pun sudah mengingatkannya untuk menguatkan hati. Tapi kenapa? Kenapa dia masih menangis? Bukan ini yang dia harapkan!

Keheningan melanda semuanya selama beberapa detik. Waktu seakan-akan berhenti bagi Kazuto dan Xander. Kebingungan melanda Cordelia, dan kekesalan memenuhi Alphonse. Dan langit yang menangis menyaksikan kepergian sosok yang selalu menjadi pilar pelindung membuat suasana semakin memburuk.

Tanpa mempedulikan pamannya yang terus menyerang dirinya. Xander terbang turun dengan air mata yang tertutup oleh tetesan air hujan. Dipandanginya sang ayah yang terus memeluk tubuh ibunda nya erat seolah-olah waktu diantara keduanya benar-benar telah terhenti.

Pandangannya kini berbalik menatap wanita bersurai kehitaman yang sedang menatap kebingungan situasi yang terjadi disekitarnya. Sorot matanya seolah-olah mengatakan, 'Kenapa dia memeluknya seperti itu?' Itu terlihat jelas dari sorot matanya yang bukannya bingung dengan situasi yang hening ini. Tetapi bingung karena melihat Kazuto memeluk wanita selain dirinya.

"Sudah puaskah kau menghabisi kedua orang tua ku?" nada bicara yang dingin itu memecah keheningan yang melanda.

Cordelia tertawa, "Kau berharap ayahmu sendiri mati?"

"Ayahku tidak akan bisa hidup tanpa ibuku, kematian akan menghantuinya setiap hari."

Cordelia kesal dengan nada bicara Xander yang sangat tidak sopan kepadanya, "Kalau begitu aku yang akan menjadi ibumu. Dengan begitu ayahmu akan tetap hidup.." Setelah mendengar perkataan wanita itu, sekarang dia tahu perasaan apa yang harus dia luapkan terlebih dahulu.

Xander tertawa frustasi, "Kau benar-benar menyedihkan," Cordelia tidak percaya bahwa Xander bisa se-sarkas itu kepadanya. Tidak hanya dia bahkan semua juga syok mendengarnya.

"lihatlah sekarang, siapa yang sebenarnya bahagia disini? Seorang wanita yang termenung dengan wajah kebingungan. Atau seorang wanita yang terlelap dengan senyuman? Siapa yang sampai akhirnya tetap bahagia? Kau atau ibunda ku?" rahang Cordelia mengeras.

Wanita itu menggertakkan giginya, "BOCAH TIDAK TAHU DIRI SEPERTI MU TAHU APA!?" Cordelia berdiri, "Aku bahagia! Sekarang dia sudah tidak ada lagi! Kazuto adalah milikku! Sejak awal kau seharusnya lahir dari diriku! Ibumu adalah aku!" bentak Cordelia dengan sorot wajah yang benar-benar terlihat seperti orang gila.

Xander mengepalkan tangannya dan sedikit menggertakkan giginya mencoba menahan diri. Ya dia iba, tetapi disisi lain dia juga tidak bisa sabar selamanya. Dia juga punya batas kesabaran tersendiri.

Cordelia menghampiri Xander yang tubuhnya bergetar dan mengepalkan tangannya. Lalu memeluknya pelan, "Benar pasrahlah, sekarang aku adalah ibumu, kau bisa memanggilku ibu. Anakku."

"Alexander." Suara Kazuto membuat semua menatapnya.

"Tidak apa-apa, marahlah. Kau tidak perlu menahan diri seperti itu, kita bukanlah mahluk yang sempurna. Jadi, lampiaskan lah. Jika kau menggila, maka ayah yang akan menghentikanmu." Perkataan Kazuto membuat Xander berhenti bergetar.

Cordelia menaikkan sudut bibirnya. Ketika dia hendak melepaskan pelukkannya, sesuatu seperti menusuknya.

Jleb!

Dipandanginya sosok yang sedang dia peluk sekarang ini. Sorot mata yang menghitam, aura kegelapan yang menyelimutinya, dan ekspresi penuh amarah terlukis jelas. Sayap putih yang menusuk tubuhnya membuat Cordelia sadar kalau anak kecil didepannya ini menggila.

A Wings And The DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang