X

415 42 4
                                    

Semingguku di Jakarta kuhabiskan hanya untuk berdiam diri di rumah. Aku juga sudah mulai berkenalan dengan teman baruku di Jakarta karena tidak ada 1 teman SMP ku pun yang melanjutkan SMA di sekolah ini. Di Jakarta aku sedikit culture shock, karena hhampir semua temanku mengatakan "gw" dan "lu". Sedangkan aku hanya terbiasa berkata "gw" dan "lu" dengan Clavita, dengan teman lain aku hanya berkata "aku" dan "kamu". Awal-awal sekolah di Jakarta sebenarnya aku sedikit kesepian, karena aku merasa temanku hanya ko Kevin. Apalagi aku baru saja kehilangan 1 teman terdekatku, Clavita. Bukan karena suatu masalah di antara kita, tetapi keluarga Clavita memutuskan untuk pindah kewarganegaraan ke Amerika. Kami memang berjanji tidak akan lost contact, tapi tetap saja aku sangat sedih. Malam itu berbeda dari malam yang lain, kapanpun dan dimanapun itu kalau aku sedang di rumah, aku jarang sekali menghabiskan waktuku di kamar, aku pasti menghabiskan waktu di sofa ruang keluarga. Namun, hari itu aku benar benar di kamar terus, pasti ko Kevin curiga.

(tok tok tok)

"Nik.. tumben di kamar terus, ayo turun udah ada makanan" kata ko Kevin. Aku berusaha menahan laju air mata

Aku keluar dari kamar dengan menunduk, karena aku berusaha sebisa mungkin ko Kevin tidak melihat, tapi itu sia-sia. Ko Kevin sangat peka, dia merangkulku sambil turun tangga. Kami duduk di sofa untuk makan bersama, itu sudah biasa.

"Tumben di kamara terus? ada masalah?" tanya ko Kevin sambil melihat mukaku

"Engga, cuma sedih aja, Clavita pindah ke Amerika pasti jadi susah ketemu, hiks hiks" kataku yang sudah tidak bisa menahan laju air mata.

"Hidup gak boleh seneng terus atau sedih terus, sampe kapan mau nangisin Clavita terus? dia juga pasti sedih tinggalin Indonesia. Udahan ya sedihny. Koko tahu, hidupmu di Jakarta pasti beda kan dari waktu di Surabaya? sama kayak waktu koko pindah dari Banyuwangi ke Kudus. Tapi justru itu yang buat sukses. Berani keluar dari zona nyaman udah luar biasa. Semangat nonik, harus senyum lagi ya" kata ko Kevin

"T-Tapi g-gak b-bisa hiks, nonik u-udah deket s-sama Clavita, meskipun kita u-udah janji akan tetep contact an tapi bisa jadi kita gak akan ketemu bertahun-tahun" jawabku sambil menangis sesenggukan

"Pasti bisa ketemu kok.. Clavita juga pasti pengen kejar cita-citanya" jawab ko Kevin

Ko Kevin yang tadinya hanya merangkul, sekarang memelukku. Setiap aku menangis, ko Kevin selalu peka untuk memeluk. Aku menangis di pundaknya, tempat tangis ternyaman dalam hidupku. Ko Kevin sudah menjadi teman, kakak, bahkan orang tua yang terbaik dalam hidupku. Aku sadar, ternyata keluar dari zona nyaman itu se berat ini. 

Beberapa hari berlalu, kegiatan yang ku lakukan masih sama, hanya berkenalan dengan teman-teman baru, menghabiskan waktu dengan bermain ponsel, makan, tidur dan seperti itu terus. Besok sudah menjadi hari pertamaku masuk sekolah. Teman-teman sekolahku ternyata sangat baik, tidak seburuk yang kubayangkan. Aku hanya shock dengan pelajaran di sekolahnya yang menggunakan bahasa inggris 100%. Aku memang sudah lancar berbahasa inggris, tetapi ini sekolah pertamaku yang menggunakan bahasa inggris 100%. Sekolahku hanya sekitar 4-5 jam dan bisa memilih pelajaran minta kita. Sekolahku menerapkan sistem pendidikan luar negeri, jadi jam sekolahnya tidak selama sekolah kurikulum Indonesia.

Selama di Jakarta, aku sangat menikmati, karena sekolahku yang kurasa tidak terlalu berat karena hanya bersekolah beberapa jam, dan juga teman-teman yang sangat baik, ditambah di Jakarta aku menjadi semakin dekat dengan ko Kevin. Sampai pada akhir tahun 2019 tepatnya bulan Desember, terdapat berita-beritu kurang mengenakkan tentang Covid-19. Virus ini belum masuk di Indonesia tetapi sudah cukup parah di luar negeri. Yang membuatku semakin khawatir adalah kedua orang tuaku yang masih ada di Amerika. Di Amerika, virus ini menyebar dengan ganas.

Way To Home | Kevin Sanjaya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang