XL

292 23 1
                                    

"Buruan Jom," kata gue saat sudah sampai kantor polisi.

Gue turun dari mobil, gak peduli Ucok sama Jombang masih di mobil, gue lari ke dalem kantor polisi.

"Selamat siang Pak, saya mau melaporkan kasus penculikan adik saya," kata gue ke Pak Polisi yang berjaga.

"Selamat siang, apakah anda tahu nama penculik serta adik anda yang diculik?" tamya Polisi mulai mengintrogasi.

"Nama penculik Willyam Santoso dan yang diculik Clarrence Aralyn Bailey," jawab gue.

"Willyam Santoso? Pak Pol, ini Willyam Santoso coba di cek di sistem," kata polisi yang terlihat terkejut.

"Kenapa Pak? ada apa dengan Willyam Santoso? apa dia ada masalah?" tanya gue yang makin panik.

"Kami cek di sistem sebentar ya Pak," kata Pak Polisi meninggalkan gue, Jombang dan Ucok sendiri disini dan mereka sedang ke ruangan sistem.

"Kenapa Vin, kok kelihatan bapaknya panik tadi denger nama Willyam Santoso?" tanya Jombang. Dia tidak tahu banyak tentang Willyam karena dia dari PB Jaya Raya sedangkan gue dan Ucok tahu persis soal itu karena dia adalah pemain terbaik Djarum pada masanya namun di degradasi karena ketahuan menjadi pecandu narkoba.

"Gak tahu Jom," kata gue sambil nunduk. Gue kehilangan harapan buat selametin Clarrence, tapi kalau gue hilang harapan, gimana Clarrence yang sekarang gak tahu dimana.

Jombang nepuk bahu gue menguatkan dan tiba-tiba, Koh Herry, Ci Susy dan Koh Alan dateng juga ke kantor ini.

"Vin, kita udah sempat lihat datanya Willyam, kita tahu semua alamat-alamat tapi sepertinya ini semua hanya samaran," kata Ci Susy.

"Baik Ci, tapi tadi polisinya kelihatan kaget waktu Kevin bilang Willyam Santoso," balasku. Jujur, aku sudah mau menangis saja rasanya.

"Permisi Pak, setelah kami telusuri, kami mendapatkan data bahwa saudara Willyam Santoso adalah salah satu anggota KKB Papua Pak, yang berlokasi di Nduga, Papua. Jarak tempuh sekitar 5 jam menggunakan helikopter dari Timika," jelas Pak Polisi.

"Ya Tuhan Yesus... nonik kamu dimana," kataku dengan suara kecil sambil memegang kepalaku.

"Tidak bisa sembarang polisi yang menangani. Kami telah meminta bantuan kepada pihak militer di daerah tersebut serta pasukan Kopassus, karena di perkirakan, Saudari Clarrence sedang di sandera," tambah polisi tersebut.

"Saya bisa ikut tidak Pak?" kata gue.

"Sangat dilarang ke daerah Nduga Pak, di karenakan Nduga termasuk daerah merah yang sangat rawan," balas polisi tersebut. Kalau memang sudah waktunya, kayaknya Clarrence akan lebih tenang sama Tuhan. Tapi gue mau ketemu Clarrence.

"Apa butuh biaya besar Pak? kalau memang butuh saya tanggung semua kekurangannya Pak," kata gue tegas.

"Itu salah satu masalahnya Pak, kami butuh dana transportasi yang cukup besar karena susahnya akses ke Nduga," kata Pak Polisi.

"Berapa kurangnya Pak? saya tanggung sekarang juga asalkan semua hal bisa berjalan sekarang untuk mencari adik saya Pak," ujar gue.

"Sekitar 100 juta Pak," kata Pak Polisi. Gue lumayan kaget sih tapi gak ada yang enggak selama Clarrence bisa selamat.

"PBSI bantu tanggung Vin," kata Ci Susy.

"Gak usah Ci, biar saya saja," balas gue.

"Saya kirim kemana Pak uangnya? langsung jalan ya Pak?" tanya gue.

"Bisa dikirim ke sini ya Pak, serta tanda tangan. Semua militer dan kopassus sudah dalam perjalanan ke Nduga Pak," balas gue.

"Baik Pak, lakukan yang terbaik Pak," balas gue lalu langsung balik ke mobil. Selama di kantor polisi, Jombang sama Ucok bener-bener kincep. Mungkin mereka lihat gue emosi gitu, takut makin emosi.

Way To Home | Kevin Sanjaya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang