XXXIII

316 30 2
                                    

Bel rumahku terus berbunyi, tetapi tidak ada keinginan sedikitpun untuk membukakan pintu. Aku juga memberi kabar kepada Mbak Yuni untuk tetap di kampung halaman dulu saja. 

Sejak kejadian tersebut, aku merasa ada hal yang mengganjal  di rumah. Itu mengapa sekarang aku memperkerjakan security. 

"Permisi non, ada orang di luar apa boleh masuk?" tanya Mang Udin, satpam di rumahku.

"Siapa Mang?" tanyaku.

"Pak Kevin" balas Mang Udin.

Aku memutarkan bola mataku malas, tetapi aku masih memberi kesempatan untuk menjelaskan. 

"Nik.. koko gak bermaksud sama sekali-" kata Ko Kevin saat sudah duduk di sofa.

"To the point aja langsung," kataku dengan wajah datar.

"Itu semua ulah mantan koko. Itu foto lama, 2 tahun lalu......." Ko Kevin terus menjelaskan kepadaku, ku dengarkan saja, tidak merespon sedikitpun.

"Oh, yaudah terus mau apa sekarang?" kataku. Setelah berubah status, aku juga semakin mudah cemburu dan berubah mood.

"Koko juga udah gak mau berhubungan sama dia, sebisa mungkin koko gak mau dihubungi dan gak mau menghubungi dia, sorry ya.." kata Ko Kevin lirih. Hatiku sudah tidak kuat, kurasa dia memang tidak salah, aku saja yang terlalu sensitif. 3 hari sudah aku tidak kita tidak saling memberi kabar. Bohong jiga aku tidak kangen.

Aku tidak membalas apapun aku langsung memeluknya dan meminta maaf atas segala keegoisanku. Aku marah padanya padahal dia tidak sepenuhnya salah. Kurasa, kelegaanku ini tidak berlangsung lama, baru saja aku baikan dan kembali ada hal yang menguji kesabaran.

"Oh gini sekarang..." kata seseorang dari pintu saat aku dan Ko Kevin masih berpelukan.

"Letta?" kata Ko Kevin terkejut.

Aku tidak bisa berkata apapun, bagaimana juga dia bisa masuk akupun tak kenal.

"MAIN DI BELAKANG SEKARANG? 2 ORANG GITU?" kata orang tersebut.

"Gak gitu Let... ini adikku," balas Ko Kevin. 

Sontak aku terkejut, adik? dia masih menganggapku adik? iya? lalu kenapa Ia tidak menghargai perasaanku sebagai pacar?

"Kalau mau ribut KELUAR!!! ini rumah pribadi. Koko juga keluar!!!" Bentakku lalu langsung membanting pintu.

"ARGHHHH DIA NGAPAIN LAGI SIH? MASALAH ZOEY AJA BELUM KELAR, NAMBAH LAGI CEWEKNYA!" kataku menangis di balik pintu.

Pekerjaanku saja belum selesai, dan ada masalah baru lagi muncul. Rasa aku tidak ingin memberinya kembali kesempatan, tetapi aku juga masih sayang sekali dengannya.

"Din, kalau ada yang minta tanda tangan, ini stempelnya," kataku sambil menyerahkan stempel tanda tangan kepada Andin. Aku sudah percaya padanya, siapa lagi yang bisa membantuku kecuali Andin

"Mau kemana Clarr?" tanya Andin terkejut. Aku memang tidak pernah menyerahkan stempel itu ke sembarang orang.

"Amerika, kamu tinggal kantor dulu gapapa ya. Kuncinya mau gue bawa" balasku singkat lalu menarik koperku keluar.

"Oh iya, Clarr. Hati-hati," kata Andin heran. Mataku sembab, tubuhku sedikit lemas, wajahku pucat, seperti Andin juga takut mau menggubrisku disebabkan moodku yang tidak baik.

Aku pergi ke Amerika, untuk healing, melepaskan pikiran-pikiran negatifku serta mengembalikan hobi lamaku yang sudah sangat jarang, travelling sendiri. Namun, ada hal paling utama yang membuatku ingin ke Amerika, yaitu datang ke makam kedua orang tuaku di New York. 

Way To Home | Kevin Sanjaya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang