XII

379 42 1
                                    

Rumah sakit memberi kabar kalau saat pemakaman, pihak pengurus bisa melakukan panggilan video dengan keluarga yang tidak bisa hadir disana. Peraturan jenazah Covid-19 memang tidak boleh dibawa keluar negeri, itu sudah peraturan pemerintah Amerika. Dalam keadaan seperti ini, tentu saja aku tidak bisa ke Amerika. Waktu berlalu, tetapi kesedihan masih saja menghantuiku. Aku merasa sudah tidak punya tujuan hidup, hatiku hancur. Betapa sedihnya kehilangan 2 orang yang kucintai. Tersisa 1 orang yang aku percaya, ko Kevin.

Selama pandemi berlangsung, kita berdua semakin dekat. Sekolahku yang awalnya 5 jam, akibat pandemi hanya menjadi 3 jam itupun sekolah jarak jauh, dari rumah. Begitu pula dengan ko Kevin, dia hanya latihan 50%, intensitasnya berkurang. Keadaan yang semkain memarah di Jakarta beberapa bulan ini, membuat kita sudah mulai bosan berada di rumah terus. Bukannya teledor, tetapi kita mencari kegiatan baru di luar rumah. Aku terkadang sudah mulai jalan-jalan dengan teman-temanku, tetapi dengan prokes yang sangat ketat. Ko Kevin juga sudah jalan-jalan dengan temannya, aku tidak tahu apa saja yang dia lakukan bersama temannya.

Akhir tahun 2020 sudah menanti, terlalu banyak kejuatan tahun ini bahkan di akhir tahun ini kita juga mndapat kejuatan. Tanggal 20 Desember 2020, ko Kevin merasakan hal yang aneh. 

"Nik.. ini makanannya hambar ya?" kata ko Kevin yang membuatku mulai was was

"Hah? enggak kok, enak. Punya koko hambar?" balasku

"Iya, coba koko ambil punyamu" kata ko Kevin dan aku menyodorkan piringku

"Sama aja rasanya" balasnya

"Sebentar nonik ambil minyak kayu putih" kataku sambil lari menuju kamarku

"Ada bau gak?" tanyaku ke ko Kevin

"Enggak" balasnya

Disini aku sudah tidak punya alasan untuk berpikir postif, kemungkinan besar kita terpapar Covid-19. Kita tinggal bersama, meskipun aku tidak ada gejala, tapi hampir mustahil aku tidak terpapar. Keesokan harinya kita memutuskan untuk swab antigen, memanggil pihak rumah sakit ke rumah. 3 hari berlalu dengan campur aduk, jika hanya aku yang terpapar, masih tidak apa-apa karena aku tidak ada kegiatan yang penting. Sedangkan ko Kevin harus mempersiapkan latihan menjelang Olimpiade Tokyo 2020.

"Ko ada email hasil swab. Di koko udah keluar gak?" tanyaku

"Ada, buka bareng nik sebentar" balas ko Kevin sambil membuka kunci ponsel

1.. 2.. 3..

Hasil kita berdua.. positif terpapar Covid-19

"Loh.. positif" kataku dengan muka kaget, jujur saja

"Sama" kata ko Kevin dengan muka campur aduk, aku lihat betapa kecewanya dia dengan dirinya sendiri

Kami memutuskan untuk melakukan swab kedua yaitu swab PCR di salah satu rumah sakit di Jakarta. dan sama, hasil kita berdua positif. Pertama, ko Kevin menelepon kedua orang tuanya di Banyuwangi. Semuanya shock, karenaa Jakarta menang cukup parah dalam kasus Covid-19. Kedua, ko Kevin menghubungi pihak PBSI atau mungkin Ko Herry, aku tidak tahu. Ketiga, dia menghubungi ko Sinyo sebangai partnernya, karena pasti kejuaraan di Thailand 2021 ko Kevin tidak bisa ikut, begitupun dengan ko Sinyo. 

Ini pertama kalinya aku melihat muka sedih dan kecewa dari dirinya. Ia menjadi sering melamun. Berhubung gejala yang kita miliki tidak terlalu parah, kita disarankan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah.

"Ko.. kalau koko sedih terus gimana mau cepet sembuh? imun juga kebentuk dari hati yang seneng. Sedih terus gak bikin jadi cepet sembuh" kataku sambil menghampiri ko Kevin yang terlihat masih kecewa

"Gara-gara ini, koko gak mungkin bisa ikut kejuaraan di Thailand, padahal itu ada yang super 1000" balasnya

"Yasudah, mau menyesal gimanapun gak bisa bikin kita tiba-tiba sembuh kan" kataku sambil menepuk pungggungnya

Way To Home | Kevin Sanjaya ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang