Halo, hai! Apa kabarnya? Semoga sehat dan baik-baik selalu. Oh, iya, selamat tahun baru, semoga tahun ini banyak hal baik juga yang kita dapetin.
Anyway, aku baru sadar ternyata udah sepuluh hari ngga update, hehe, maaf, ya. Beberapa hari kemarin ternyata aku sibuk, sibuk main. Terus, Si Laptop ngambek, jadi aku suruh istirahat dulu.
Semoga masih ada yang nunggu, ya.
Selamat menikmati part ini yang agak-agak gimana di akhir😳
Semoga suka! ❤️
—Pukul sepuluh malam Bian kembali ke kamarnya. Hampir seluruh pekerjaannya selesai. Esok hari, dia harus kembali mengecek proyek besar yang ada di Bogor. Beginilah pekerjaan jika sudah masuk pertengahan bulan. Apalagi sudah mendekati akhir tahun, tutup buku, dan merencanakan gambaran ulang untuk tahun-tahun ke depan.
Bian hanya berharap dia bisa langsung berbaring dan terlelap terlebih Nara sudah berpamitan tidur terlebih dahulu, pasti tidak akan ada cerita sebelum tidur. Membuka pintu kamar, Bian melihat istrinya yang justru belum tertidur itu. Nara tengah menyandarkan badannya di sandaran kasur berukuran king size.
Nara pun menoleh ke arah pintu dengan rasa tidak bersalah. Dia justru tersenyum polos. Bian yang melihat itu hanya menghela napas. Dia tahu, istrinya tidak akan bisa tertidur jika tanpa dirinya. Bian ingat ketika suatu waktu dia lembur hingga pukul sebelas malam dan mendapati Nara yang tengah menonton film di kamar karena menunggunya. Setelah Bian membersihkan diri dan berbaring, benar saja Nara langsung terlelap tanpa babibu.
Bian berjalan menuju tempat tidur. "Kenapa belum tidur? Tadi katanya cape," ujar Bian.
"Ngga bisa tidur, belum ngantuk. Jadi, aku baca buku ini," kata Nara sambil menunjukkan buku yang berjudul Nama-Nama Bayi Penuh Makna.
Bian tersenyum, istrinya ini sangat semangat jika melakukan apapun hal untuk putranya. "Terus udah nemu?" tanya Bian.
Nara lekas menggeleng. Kemudian dia membolak-balikkan beberapa lembar. "Aku udah baca dari A sampai Z, baru nemu beberapa aja," jelas Nara. "Kamu katanya ada kepikiran satu nama, siapa?" tanyanya.
Bian terlihat mengerutkan keningnya. Lupa-lupa ingat. Bian pun mengambil ponselnya dan membuka notes karena biasanya dia memang mencatat hal-hal kecil namun dianggap penting. "Narendra," tukas Bian.
Nara pun meletakkan buku yang sedang dibacanya di paha. Raut wajahnya berubah menjadi sumringah. Nama yang bagus, menurutnya. "Bagus. Artinya apa, Mas?" tanya Nara.
Bian membaca notes kembali. "Narendra itu artinya orang yang sekuat dewa," jelas Bian.
Nara tersenyum. Pantas saja nama Kaila juga bagus, mungkin suaminya ini memang hobi merangkai nama-nama. Nara melihat deretan beberapa nama lain di ponsel suaminya dan dahinya pun berkerut. "Tapi itu bukan nama calon anak waktu dulu kamu sama Mba Dinda, kan, Mas?" tanya Nara penuh selidik.
Pertanyaan tersebut membuat Bian tertawa. Hal sekecil ini saja bisa membuat istrinya bertanya penuh kecurigaan. "Bukan. Sebelum saya nikah sama Dinda aja saya udah sering nulis nama-nama anak kaya gini," jawab Bian santai. Memang begitu kenyataannya.
"Dari dulu saya sering diminta sama Om, Tante, buat usul nama-nama keponakan saya. Terbukti, kan, nama-nama keponakan saya itu bagus-bagus?" ledek Bian.
Nara hanya memutar bola matanya. Tapi, dari satu dua orang keponakan Bian yang dia tahu memang memiliki nama yang unik dan bagus. Bahkan nama yang digunakan bisa lebih dari dua rangkaian kata.
"Besok-besok kalau ada kumpul keluarga besar, kamu saya kenalin satu-satu," imbuh Bian.
Nara hanya mengangguk. Beberapa bulan kemarin memang ada perkumpulan keluarga, namun kata Bian tidak semuanya hadir sehingga Nara belum berkenalan secara keseluruhan. Terakhir dia bisa melihat keluarga besar suaminya pada saat di rumah Tante Jihan. Itu adalah momentum yang cukup membahagiakan namun berubah menjadi penghancur suasana hati terhebat hanya karena pertanyaan dari Tante Mutiara. Biarlah itu menjadi kenangan, saat ini juga Nara tengah mengandung yang bahkan usia kehamilannya memasuki bulan ketujuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta - [SELESAI]
ChickLit"Amerta. Amerta itu tidak dapat mati, abadi. Aku berharap cintaku dan cinta Mas Bian juga demikian. Walau umur kami sudah habis, namun perasaan kita berdua bisa selayaknya amerta, yang tidak dapat mati." -Nara Menikah dengan sedikit rasa cinta. Buka...