17 : Hilang

5.4K 290 26
                                    

Hari semakin sore.

Sekarang, sebagian siswa ditugaskan untuk membuat api unggun. Sebagiannya lagi stay di sekitaran tenda untuk membersihkan dedaunan yang memang belum sempat dibersihkan. Siswa yang bertugas membuat api unggun kini diharuskan mencari kayu bakar di hutan. Sasta adalah salah satunya.

Sedari tadi ia berjalan mondar-mandir sendirian. Apa dayalah tidak punya teman selain Thalia.

Soalnya gak ada yang berani temenan sama cewek yang dilabeli psikopat gila seperti 'Sasta'.

"Astaga, Sasta! Lihat, gara-gara tingkah kamu dulu, gak ada yang mau temenan sama aku!" gerutunya sepanjang jalan. Jujur saja, rasanya kurang pas kalau tidak ngomong kasar. Tapi mengingat kejadian yang sudah-sudah, Sasta pun rada trauma.

Langkah Sasta terhenti ketika matanya menangkap sebuah siluet di balik pohon. Lantas ia melirik sekitar---sepi. Sasta yang parno pun hendak kabur tapi ia malah tidak sengaja menginjak ranting kayu. Alhasil, sosok itu melangkah keluar dari persembunyiannya dan kini berdiri tepat di belakang Sasta.

"Ngapain di sini?"

Sasta mengerjap cepat. Lalu ia berbalik badan.

"O-oh, kamu ternyata," ucap Sasta. Napas lega ia hembuskan. "Kamu sendirian, Arjen?"

"Ya."

"Gak ada temen-temen kamu?"

Kening Arjen berkerut samar. "Kenapa nanya mereka?"

Sasta terdiam. Ia hanya tidak mau orang-orang melihat interaksi antara dirinya dan Arjen. Bisa-bisa mereka curiga dan kembali mengungkit segala ketololan 'Sasta' dulu.

"Enggak papa. Ngomong-ngomong, kamu mau cari kayu bakar juga?"

"Enggak."

"Yaudah. Aku duluan, ya."

Belum sempat Sasta pergi, Arjen lebih dulu menginterupsi.

"Gue temenin."

Sasta tercenung sejenak. Tak lama, ia mengangguk setuju. "Boleh, deh. Aku rada parno juga soalnya."

Mereka pun berjalan masuk lebih dalam ke hutan sebelah barat daya. Sasta dengan semangat mengumpulkan ranting-ranting kayu, sedang Arjen berdiri beberapa langkah di belakang, mengawasi gerak-gerik gadis itu.

"Arjen, kamu dengar sesuatu gak?" celetuk Sasta. Arjen tidak membalas karena Sasta lebih dulu berbicara.

"Kayak suara air terjun." Jeda sejenak. "Menurut kamu itu ada di mana, ya?"

"Di---"

"Kayaknya di sebelah sana gak sih?"

Definisi nanya sendiri, jawab sendiri.

Tapi isoke. Gak ada yang berani marahin Sasta.

"Lihat yuk."

"Udah sore," sanggah Arjen menolak.

"Lihat bentar doang astaga. Lagian, kan, ada kamu."

"Balik."

Sasta menekuk wajah, pundung.

"Sumpah, kamu nih pacar macam apa sih? Sekali-kali nurut gitu loh, Arjen. Cape akunya kalo harus debat dulu."

Arjen terdiam sebentar. Sesaat kemudian menghela napas panjang. "Jangan lama."

Sasta tersenyum lebar lalu meletakkan kayu-kayunya ke atas tanah. Menoleh pada Arjen sejenak, Sasta akhirnya memimpin jalan. Ia menerobos ilalang, sesekali menjerit tidak jelas menemukan ulat-ulat kecil yang lagi nongkrong di atas dahan.

I'm (Not) SastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang