14 : Protektif

5.8K 339 10
                                    

Jika ditanya apakah Linter menyesal, maka jawabannya adalah tidak.

Sedari awal, eksistensi Sasta sudah ia anggap sebagai pembawa sial. Jadi meski sudah tahu kejadian yang sebenarnya, Linter tetap tidak mengubah sedikit pun pandangannya terhadap sang adik.

Masih sama.

Hanya saja, terselip sedikit rasa bersalah. Bukan kepada Sasta, melainkan pada Kanara Semira Agatha---ibunya.

Di tengah-tengah keterdiamannya, Linter tersenyum pedih. Masih begitu jelas di ingatannya bagaimana Semi kala itu sedang mengandung sepasang anak kembar. Waktu itu, Linter merasa menjadi anak paling bahagia sedunia dan berjanji akan menjadi kakak yang terbaik untuk kedua adiknya.

"Mama, adik kapan keluar?"

Semi tersenyum hangat. Jenis senyuman yang mampu membuat Linter kecil ikut tersenyum amat lebar.

"Gak lama lagi, Sayang. Gimana? Linter senang bakal jadi kakak?"

Linter mengangguk antusias. "Senang! Linter berdoa, semoga adik selalu sehat dan punya wajah yang mirip Mama. Kalau mirip Mama, Linter yakin bakal cantik banget! Kalau mirip Papa, Linter agak gak rela."

Cesar melirik dingin. Pria itu sedari dulu memang tidak pernah berubah. Namun tidak ada yang tahu betapa besar rasa sayang serta cinta kepada keluarga kecilnya. Cesar berhasil menutupi itu semua dengan sangat apik.

"Gak rela kenapa?" tanya Semi sambil tertawa. Cesar mengerutkan kening, merebahkan kepalanya di paha sang istri kemudian memberikan kecupan ringan untuk kedua calon bayi.

"Papa nyeremin. Linter gak mau adik mirip Papa!" jawab Linter seadanya. Semi menjawil hidung Linter dengan gemas. Sementara Cesar menarik lengan Linter dan mengangkat sang putra hingga membuatnya seakan sedang terbang seperti Superman.

"Wajah kamu ini mirip siapa kalau bukan mirip Papa?" Cesar bertanya dengan raut datar. Sedang Linter menggeleng cepat tak terima.

"Jangan samain Linter sama Papa. Linter cuma mirip Mama!"

Begitulah. Indah sekali, bukan? Namun setelah kematian sang ibunda, semua tak lagi sama. Suram dan mencekam. Itu yang Linter rasakan.

Ceklek.

Linter membuka mata sejenak. Melihat siapa yang baru saja masuk. Lee Jean, sekretarisnya.

"Maaf mengganggu waktu Anda, Tuan Linter."

"Kenapa?" Linter membenarkan posisi duduknya. Tangannya kembali menyambar beberapa kertas dan membacanya dengan teliti.

"Ada kiriman dari supir keluarga Anda."

Fokus Linter terbelah. Langsung saja ia mengangkat pandangan, tertegun mendapati sebuah kotak bekal warna pink karakter Pippa Pig di tangan Lee.

"Katanya dari Nona Muda," lanjut Lee. Ia meletakkan bekal tersebut ke atas meja lalu menunduk sejenak. "Kalau begitu, saya permisi dulu."

Setelah kepergian Lee, Linter masih bergeming. Hingga tak lama, ia menarik kotak bekal itu mendekat kemudian membaca sebuah sticky note di atasnya.

Aku janji, ini yang terakhir.
-Sasta.

Entah refleks atau apa, Linter tanpa sadar meremas kuat kertas kecil itu lalu membuangnya ke sembarang arah. Ia beranjak, berniat membuang makanan yang dibuat Sasta ke dalam kotak sampah.

Begitu hampir menjatuhkan kotak bekal itu, Linter mendadak terdiam. Ia mengurungkan niatnya dan beralih membuka tutup bekal.

Sialan.

I'm (Not) SastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang