36 : Tuan yang Terhormat

3K 202 20
                                    

Ada berbagai macam kesialan di dunia ini.

Entah itu kesialan dari segi ekonomi, batin, fisik, dan keluarga.

Bagi Melan yang sedari kecil hidup susah, dia telah merasakan segala kesialan di dunia.

Pertama, ekonomi keluarganya adalah terburuk dari yang terburuk. Kadang dia harus menahan lapar beberapa hari karena tidak memiliki uang. Belum lagi batin dan fisiknya sangat terluka karena segala hal yang ia lalui bukanlah hal mudah. Selain itu, dia harus sekolah sekaligus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Terakhir, dia tidak memiliki ayah dan hanya memiliki ibu yang depresi. Ibu yang cuma tahu bagaimana caranya memukul dan merampas uangnya.

Lalu pada suatu hari, ibunya yang gila itu terbaring di tempat tidur dan mengembuskan sisa-sisa napasnya. Melan pikir bebannya akan hilang jika ibunya itu meninggal, tapi ternyata tidak. Dia jadi memikirkan biaya yang akan dikeluarkan untuk mengurus pemakaman dan lain sebagainya.

"Hei, anak sialan." Panggilan itu masih tetap Melan dengar meski ibunya berada di ambang-ambang kematian.

"Aku mencintai Tuan De Ragis tapi dia menolakku! Tapi meski begitu, kamu harus tahu kalau kamu adalah anaknya."

Saat itu, Melan tidak percaya sama sekali. Tetapi karena semakin banyak hal-hal yang harus ia bayar setelah ibunya meninggal, Melan mau tidak mau pergi ke mana Tuan berkuasa itu berada.

Ajaibnya, ketika Melan mengaku bahwa dia adalah putrinya tanpa membawa bukti, Tuan itu tidak mengusirnya. Itu adalah kali pertama Melan merasa ada secercah harapan masuk ke dalam sela-sela gulita hidupnya. Lalu puncaknya adalah saat Tuan itu mengatakan bahwa dirinya memang benar adalah putri kandungnya.

Melan merasa sangat bahagia. Apa lagi begitu tahu bahwa Tuan De Ragis sangat kaya. Rumah mewah bak istana, mobil mewah yang sangat banyak jumlahnya, serta aset-aset yang tidak bisa Melan sebutkan satu per satu.

Terasa seperti mimpi. Sungguh. Terlebih setelah dia mengetahui bahwa dirinya mempunyai dua kakak laki-laki yang sangat tampan.

Tapi ada seorang gadis. Gadis bernama Kalamsa Sasta itu sungguh membuat Melan dongkol setengah mati. Awal pertama kali melihatnya saja, Melan sudah diliputi rasa iri dengki. Bagaimana tidak, Sasta di matanya teramat sempurna. Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya putih bersih tidak bercelah, dan wajahnya seperti tidak nyata. Sasta bahkan mempunyai seorang pacar tampan yang dielu-elukan satu sekolah. Melan sungguh iri.

Sekarang pun ia harus menelan pahit rasa irinya melihat dua sejoli itu sedang duduk lesehan di pinggir lapangan. Tanpa sadar tangan Melan mengepal kuat. Cukup kuat hingga menimbulkan bekas merah di telapak tangannya.

Seandainya dia tiba di De Ragis lebih awal, sudah pasti takdir Sasta menjadi miliknya, bukan? Mungkin saat ini kedua kakaknya akan sangat menyayangi dirinya. Dan, mungkin pemuda bernama Arjen itu juga akan menjadi pacarnya.

Sialan! Melan merasa Sasta merebut takdir yang seharusnya milik dirinya. Melan merasa ini tidak adil.

Maka dari itu, malam kemarin dia sengaja jatuh agar Sasta dibenci orang-orang rumah. Beruntungnya, usahanya sama sekali tidak sia-sia. Para pelayan kini mulai berpihak pada dirinya dan melayaninya dengan sepenuh hati. Sangat menyenangkan melihat gadis sialan itu dibenci. Melan merasa bahwa Sasta pantas mendapatkan itu semua. Sebagai hukuman telah merebut apa yang menjadi miliknya.

"Jalang sialan," gumam Melan geram ketika matanya melihat Sasta yang sedang bersandar nyaman pada bahu Arjen.

"Dasar gak tahu diri. Aku muak lihat muka bahagia kamu. Seharusnya yang di sana itu aku." Melan mengeraskan rahangnya. Dia segera berbalik dan pergi dengan kedua tangan terkepal di kedua sisi tubuh.

I'm (Not) SastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang