45 : Nostalgia

2.5K 159 6
                                    

"Jadi seperti ini, Tuan. Setelah sadar dari komanya, Nona Melan terlihat tidak cukup baik."

Seorang dokter menjelaskan hasil pemeriksaan Melan kepada Cesar dan Aga.

"Kemungkinan besar yang bisa saya tarik saat ini adalah Nona Melan mengalami trauma pascakecelakaan. Ini hal yang wajar. Jadi tidak perlu terlalu khawatir. Akan tetapi, buatlah Nona merasa tenang dan nyaman."

"Terima kasih, Dokter," balas Aga mewakili Cesar yang hanya diam. Pandangan pria itu terarah pada kaca transparan. Di mana Melan berbaring meringkuk sembari menutup kedua matanya.

"Kalau begitu, saya pamit pergi dulu."

"Silakan." Aga mengulas senyum tipis dan mempersilakan sang dokter untuk pergi. Lalu dia pun membagikan atensinya pada Tuan Besarnya yang sedari tadi betah diam seraya melipat kedua tangan.

"Kamu tahu, Aga." Cesar membuka suara. "Sejak awal, saya sudah memperingatkan anak itu. Bahwa ketika dia memilih menjadi De Ragis, maka dia harus mempertaruhkan nyawanya." Pria itu mengambil jeda sejenak. Dia mengamati ketika Melan mulai beranjak dan terkejut ketika mendapati dirinya berdiri di dekat jendela. "Dan sesuai dugaan saya, anak itu terlalu lemah. Tetapi saya tidak menyesal. Karena berkat dia, saya bisa menjaga Sasta. Jika bukan karena dia, alih-alih dia yang berada di sini sekarang, mungkin bisa saja putriku."

Aga merinding sekujur tubuh mendengar pengakuan tiada dosa dari sang Tuan Besar. Tetapi dia juga tidak sepenuhnya bisa disalahkan sebab sejak awal dia sudah memberikan sebuah peringatan keras. Nahasnya, Melan yang notabene hidup serba kekurangan sejak kecil dengan mudah menyanggupi segala perihal yang keluar dari mulut Cesar.

"Lalu setelah ini apa, Tuan?" tanya Aga pelan. "Kita tidak bisa membiarkan Nona Melan terus menderita seperti ini."

Cesar melirik dingin. "Itu adalah pilihan dia. Biarkan dia yang memutuskannya sendiri," ucapnya angkuh. "Saya hanya perlu menjamin kehidupannya."

"Saya mengerti, Tuan." Kemudian, Aga teringat akan satu hal. Dia mengikuti arah pandang Cesar yang tertuju pada lorong rumah sakit. "Mengenai Nona Sasta..."

Sontak Cesar menoleh tangkas. Dia menaruh minat dan menunggu Aga dengan sabar.

"Apa?"

Aga terlihat bimbang. Namun, ini adalah perihal penting yang harus Tuannya ketahui.

"Sebenarnya Nona Sasta..."

****

"Wow, aku cantik di foto itu. Kapan kamu fotoinnya?"

Arjen menatap Sasta dan pura-pura berpikir. "Waktu kamu lagi bercanda sama Selsia."

Sasta manggut-manggut pelan. "Ada lagi enggak? Aku mau lihat, cepet, sini," pinta Sasta tidak sabar. Setengah memaksa, setengah lagi tidak ingin dibantah.

Tersenyum tipis, Arjen menunjukkan beberapa potret lainnya yang berhasil ia abadikan ketika Sasta sedang asyik bercengkerama di jendela kelas.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I'm (Not) SastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang