06 : Keluarga

6.2K 377 7
                                    

Gadis itu bergumam takjub melihat refleksi dirinya di cermin. Tak lelah ia berputar 360 derajat-berhenti sejenak-lalu melompat kegirangan. Itulah hal yang ia lakukan berulang kali dalam tiga puluh menit terakhir.

"Sumpah, Sasta cantik banget!"

"Aku gak percaya ada manusia yang punya pinggang sekecil ini!"

"Juga, sejak kapan muka Sasta kelihatan ramah?"

"Astaga, lupa! Aku 'kan Sasta!"

Sasta pura-pura tersipu malu. Aslinya mah pengen teriak dia.

Baru saja Sasta hendak berpose ala model papan atas, tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan Lyra yang memakai setelan pelayan.

"Sasta, udah siap berangkat sekolah? Yakin kuat? Kalau masih sedikit pusing, cepat bilang Ibu, ya? Atau kamu mau setengah hari aja sekolahnya? Biar gak kecapean." Lyra menyambut pagi Sasta dengan ekspresi was-was. Lantas Sasta tertawa renyah lalu meraih tas pinknya dan memeluk lengan Lyra untuk berjalan bersama.

"Aku udah sehat, Bu. Lihat, aku udah lepas perban. Kata Dokter juga, aku udah boleh beraktivitas kayak biasanya."

Wanita itu menghela napas.

"Ibu cuma khawatir, Nak. Apa lagi kamu lupa ingatan gini."

Sasta terharu menyaksikan raut cemas Lyra. "Aku akan jaga diri, Ibu. Aku janji."

Lyra mengangguk sambil mengelus rambut Sasta dengan penuh kasih sayang. "Iya. Ibu percaya." Jeda sejenak. "Ngomong-ngomong ingat ini. Jangan berani mengemudi lagi. Terakhir kali kamu mengemudi, kamu berakhir tidur sebulan di rumah sakit."

"Iyaaa, Ibu. Lagian Ibu udah ngomongin itu dari tadi malam. Aku cape dengernyaaa," rengeknya manja.

"Ekhem!" Refleks Sasta terhenyak. Kepalanya tertoleh dan mendapati empat orang laki-laki sedang menatapnya. Sasta menipiskan bibir dan memilih menatap Aga yang tadi berdeham.

"Selamat pagi, Nona. Anda sangat cantik seperti biasa," sapa Aga.

Sasta melemparkan senyuman manis. "Selamat pagi. Om juga kelihatan lebih ganteng dari terakhir kita ketemu."

"Anda bisa saja, Nona," kekeh Aga senang. Ia menarik kursi dan memersilakan Sasta duduk.

"E-ekhem! S-selamat pagi semua," sapa Sasta pada semua orang yang berada di meja makan. Di detik kelima, Sasta menoleh pada seseorang di kursi utama. Orang itu memiliki wajah tegas dan sedikit suram. Tak khayal membuat Sasta sedikit merasa sungkan ketika bertemu tatap dengannya.

"Selamat pagi, Papa." Sasta beralih pada dua pemuda yang duduk di samping dan seberangnya. "Selamat pagi, Kak Linter. Selamat pagi, Kak Gerta."

"Ya."

WTFFFFFFFFF.

Sasta memandang tak percaya pada pria yang sialnya sekarang adalah ayahnya. Lalu Sasta membagikan atensi pada Aga yang pura-pura sibuk membenarkan tatanan rambut.

"Nona biasanya memanggil Tuan Besar dengan sebutan Papa. Nona memanggil kedua Tuan Muda dengan sebutan Kakak."

"Oh, iya. Anda biasanya selalu sarapan sama mereka. Lalu, Anda menyempatkan diri menyapa mereka setiap pagi. Sambil senyum. Ingat, sambil senyum!"

"Dan itu biasanya membuat Tuan Besar dan Tuan Muda senang. Jadi, lakukan seperti instruksi saya, ya, Nona."

Sasta mencibir dalam hati. "Senang? Kalo senang kenapa muka mereka pada lempeng?!"

Persetanlah. Toh, aslinya dia Lami, bukan Sasta. Jadi hal semacam ini tidak akan menyakiti hatinya.

"Makan semuanya." Sasta tersenyum teduh pada para pelayan. Kebiasaannya sebagai Lami terbawa sampai sekarang.

I'm (Not) SastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang