[PART LENGKAP]
May contain some mature convos and scenes
Bagi Abigail Williams, El adalah tempatnya berkeluh kesah setelah diputus oleh para mantan pacarnya yang kurang ajar. Tempatnya meminjam kaos, sweater serta hoodie yang nyaman tanpa perlu di...
Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
🌟
Abigail mengenakan long dress berwarna emerald dengan belahan yang berhenti di paha kanan yang akan memperlihatkan betapa jenjang kakinya ketika dijulurkan. Terutama dengan killer heels yang kini melekat di kakinya. Hari ini ia bertekad untuk menunjukkan seluruh aset yang dimilikinya agar mendapatkan kenalan. Mungkin dapat berujung dengan pernikahan, seburuk-buruknya ia mendapatkan kenalan sehingga tidak harus berhadapan dengan para tante dan juga sepupunya yang doyan mengoles garam di lukanya.
Rambut ikalnya diikat ke atas sehingga leher jenjang dan juga kerah yang berbentuk V mempertontonkan décolletage yang dihiasi kalung berlian kecil berbentuk tear drop. Tangan kanannya memegang clutch berwarna emas, senada dengan sepatuya. Ia melangkah dengan anggun memasuki hotel yang dijadikan empat acara.
Tangan yang tidak memegang clutch melambai pada sepupu-sepupu kecilnya yang dijadikan tumbal penerima tamu. Abigail pernah melewati masa itu, dibagikan seragam dan harus berdiri dengan senyum lebar menyapa para tamu yang datang. Kini, sepupunya itu hanya memberikan dresscode warna untuk dikenakan, tanpa memberikan bahan yang perlu usaha untuk dijahitkan. Menurutnya itu lebih baik karena tidak semua orang memiliki waktu untuk pergi ke penjahit di sela-sela waktu yang sibuk.
Abigail langsung melihat sekeliling ruangan. Mencari target potensial yang dapat dijadikan bemper selama di sini. Ia sedikit mengernyit mendengar rencananya sendiri, tetapi kupingnya benar-benar pengang jika harus mendengar kalimat yang sama berulang-ulang setiap kumpul keluarga. Mending kalau kalimatnya ada variasi.
"Ada yang ganteng, tapi udah ada pasangannya," gumamnya melihat cowok dengan batik berwarna hitam. Baru ia mau melangkah mendekat, tetapi cewek dengan dress hitam keburu mendekat dengan panggilan "sayang". Abigail menoleh ke arah lain, cowok rupawan yang tengah mengantre es krim. Abigail berdiri di tempatnya, menunggu apakah ada cewek yang mendekati targetnya, sampai sesaat kemudian ada bocah kecil yang berteriak "papa" dengan bersemangat. Kan? Memang kondangan pun sekarang tidak dapat dijadikan tempat untuk mencari calon potensial masa depannya. Rata-rata yang datang ke tempat ini sudah memiliki masa depannya sendiri.
Abigail kini melihat ke arah lain dan menemukan sosok yang dikenalnya berdiri dengan tangan memegang side plate dengan dimsum di atasnya. Abigail melirik ke sekitar cowok itu, melihat apakah ada cewek mungil dengan rambut lurus di sekelilingnya. Lama ia menunggu di dekat pintu masuk, tetapi tidak ada bayangan Tasya yang muncul di sekitar cowok yang mengenakan batik berwarna cokelat itu. Ia menimbang-nimbang, harus menyambangi Elan atau tidak, menyambangi cowok itu sama saja dengan menutup kemungkinan tidak ada yang mendatanginya. Tapi, sendirian di pesta pernikahan seperti sekarang hanya membuatnya semakin nahas.
Perutnya yang berbunyi pelan memberikan jawaban untuk Abigail yang sudah melangkahkan kakinya menuju pondokan makanan yang berjejer rapi di pinggir ruangan. "Gue makan dulu, deh. Baru pikirin yang lain." Abigail mengambil semangkuk soto dan berdiri di dekat tembok. Menikmati makanannya sambil terus bergeser jika ada sekelebat bayangan tante atau para sepupunya yang terlihat di ujung mata. Urgh, acara pernikahan seperti ini dan datang sendiri selalu berakhir dengan kucing-kucingan. Terutama jika sepupunya yang lebih muda tujuh tahun darinya yang menikah seperti sekarang.
Matanya memandangi ballroom tempat perhelatan malam ini. Warna putih gading dan emas berada di sana sini. Mulai dari arches yang berjejer dari gazebo di tengah ruangan hingga ke pelaminan dengan juntaian lampu dan daun-daun berwarna emas. Lalu pelaminan megah yang juga berwarna putih gading dengan sedikit warna emas yang mewarnainya. Ada bunga-bunga di sepanjang arches yang juga berwarna putih, lebih tepatnya mawar putih. Di bagian dekat pintu masuk ada tulisan besar "Once upon a time" berwarna emas dengan latar putih gading. Mengingatkannya akan dongeng. Mungkin itu tema yang diusung oleh sepupunya, Abigail tidak sepenuhnya menaruh perhatian ketika ada rapat keluarga yang membicarakan pernikahan. Tidak ada kain-kain yang melintangi langit-langit ballroom membuat kesan minimalis, tapi Abigail tahu kalau dekorasi seperti ini lumayan membuat lubang di dompet.
"Apa gue pulang aja, ya? Alasannya diare bisa juga," gumamnya pelan setelah satu mangkuk soto berpindah ke dalam perutnya. Semakin ke sini, semakin ia malas mendatangi pernikahan karena hanya akan membuatnya diberondong pertanyaan kapan menyusul. Padahal, bukannya ia yang tidak mau menikah, memang belum bertemu dengan orang yang tepat saja. Ia tidak mau menikah karena diburu oleh waktu dan orang-orang di sekitarnya. Abigail akan menikah kalau waktunya dan bersama orang yang tepat juga.
"Lo kelihatan lagi bikin kutukan di pernikahan orang kalau mutung gitu, Bi."
Abigail memutar bola matanya. Dari suara serak dan nada mengejek yang sangat familiar di telinganya itu saja ia sudah tahu siapa orang yang tiba-tiba muncul di sampingnya.
"Jangan ganggu gue, deh. Mau lo masuk ke dalam lis orang-orang yang gue kutuk juga?" Elan tertawa mengejek, tangan kirinya kini memegang mangkuk es krim dan tangan kanannya memegang sendok kecil. Secepat kilat Abigail menukar mangkuk kosongnya dengan milik Elan. "Gue males antri es krim," tukasnya sambil menunjuk dengan dagu ke pondokan es krim yang padat merayap.
Elan menggerutu tapi membiarkan cewek itu melahap es krim miliknya. Ia berjalan menuju meja tempat menaruh tempat makan kotor dan meletakkan mangkuk milik Abigail di sana. Berjalan kembali ke sisi Abigail yang masih asyik memakan es krim dengan mata yang tidak lepas dari sekitarnya.
"Tasya mana?"
"Dia ada acara keluarga di luar kota, jadi nggak bisa ikutan ke sini."
"Konsep nikahan lo sama Tasya nanti gimana, El?" tanya Abigail tiba-tiba.
Entah dari mana hubungannya dari menanyakan keberadaan pacarnya hingga menanyakan konsep pernikahan. Elan mengangkat bahunya sekali, ia tidak pernah memikirkan bagaimana dekorasi pernikahan sebelumnya. Tidak jauh berbeda dengan sekarang meskipun ia sempat mengatakan pada Abigail kalau Tasya mungkin yang terakhir. "Gue biarin Tasya yang nentuin aja nanti, biasanya kalian kan para cewek yang punya bayangan mau pernikahan macam apa."
Abigail menatapnya penuh arti tetapi Elan hanya mengangkat satu alisnya penuh tanda tanya.
"Lo nggak nanya gue mau dokerasi macam apa?"
Elan memutar matanya mendengar pertanyaan Abigail. "Nggak gue tanya pun lo pasti bakalan nyerocos sendiri." Ia mencomot mangkuk es krim Abigail dan memakannya. Cewek yang sudah sibuk dengan ocehannya itu tidak mengajukan protes sama sekali.
"Gue mau nikahan yang nggak berdiri. Gue mau orang yang datang dikit aja dan semuanya duduk di kursi masing-masing. Jadi, ada menu kecil di dekat tulisan namanya dengan pilihan appetizer, main course, desert dan drink. Temanya maunya kayak winter gitu, putih semua."
"Lo bayangin dekornya, calonnya aja belum ada. Realistis dulu lah," celetukannya kembali diganjar kesadisan oleh Abigail. Kali ini heels runcing cewek itu mendarat di pantofelnya dan mengenai jempol kaki.
18/12/21
BTW yang mau baca cerita Jessica sudah tamat ya di judul The honeymoon Is Over (marriage life, romcom gemes). Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.