ENAC - 10. Alasan Kabur

7.8K 1.1K 42
                                    


Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.

Thank you :)

🌟


Abigail membasahi bibirnya dengan canggung dan itu tidak luput dari perhatian Elan. Namun, sebelum Elan dapat menyuarakan keengganan Abigail, cewek itu lebih dulu membuka mulutnya.
"Gue baru putus dari hubungan dua tahun. Lagi mikir mau sendiri dulu," tolak Abigail halus, memang sekarang ia tidak ingin berada di hubungan lain. Ia bukan tipe yang dapat meloncat dari satu hubungan ke hubungan lain dengan cepat. Kalau masih dalam masa pendekatan mungkin bisa, tapi kalau sudah tahunan rasanya ia perlu sendiri dulu. "Tapi, kalau dia terbuka untuk temanan dulu, gue nggak masalah."

Tasya tersenyum, "Semuanya dimulai dari temanan dulu, kok. Gue sama Elan juga temanan dulu, ya 'kan, Sayang?" ucapnya sambil melingkari lengan kiri Elan.

Ini hanya perasaannya saja atau memang Tasya memiliki suatu maksud tertentu dalam kalimatnya? Kenapa ia dapat merasakan ada singa yang tengah menjaga teritorinya di sini? Abigail ingin tertawa, namun ditahannya karena tidak ingin terlihat tidak sopan saat pertemuan pertama. Apalagi membuat pacar Elan semakin meninggikan tembok pertahanannya. Please, siapa yang mau dengan cowok yang bahkan lebih banyak mengomel dibandingkan ibunya?

"Boleh dikenalin kalau begitu," tukasnya. Kalau memang itu membuat Tasya lebih tenang jika ia dan Elan bersahabat. Toh, menambah satu orang teman bukan hal yang sulit untuk dilakukan 'kan? Hitung-hitung memperluas lingkup pertemanannya.

Tasya tidak dapat menyembunyikan kilat senang serta ekspresinya yang tampak lega. Abigail sendiri sampai sekarang tidak paham kenapa ia selalu menjadi ancaman bagi pacar Elan. Deretan mantan cowok itu jauh lebih banyak dan mereka jauh lebih berpotensi untuk dibenci dibandingkan dirinya.

"Gue kasih nomor lo ke dia boleh?" tanya Tasya bersemangat.

"Lo punya nomor gue?"

Tasya menyengir, "Enggak," ucapnya seraya menyodorkan ponsel yang sejak semula berada di atas meja, dekat dengan tangan kiri.

Abigail menerima ponsel itu dan memasukkan nomornya lalu mengembalikan pada Tasya lagi. Ia memberikan nomor kantornya, bukan nomor pribadi. Jaga-jaga jika Beno ini adalah tipe clingy seperti beberapa mantannya yang membuatnya pusing karena dihubungi terus-terusan. Seriusan, deh. Cowok umur kepala tiga, memiliki pekerjaan yang katanya mapan, tapi masih sempat untuk mengiriminya puluhan pesan setiap harinya. Abigail memiliki banyak pekerjaan sebagai Social Media and Content Manager dan bertukar pesan adalah hal terakhir yang mau dilakukannya setiap saat, jika bukan urusan pekerjaan. Macam pekerjaannya kurang banyak saja sampai harus terus-terusan membalas pesan.

Alasan ia memberikan nomor kantor adalah karena sabtu dan minggu tidak mau diganggu jika bukan oleh orang-orang yang dianggapnya dekat. Ponsel yang menggunakan nomor kantor otomatis dimatikan dan masuk ke dalam tas dan jika orang kantor memerlukannya, mereka bisa mengirimkan email. Pekerjaan memang seharusnya dikirimkan melalui email, bukan? Lebih ada bukti konkret jika ada masalah ke depannya.

"Lo habis ini balik? Mau sekalian gue anterin?" tanya Elan pada Abigail setelah memesan satu minuman lagi untuk dirinya sendiri.

"Enggak, gue mau main ke rumah Hagia. Kangen sama Hanna." Abigail menyeruput lemon tea lalu memberikan penjelasan tambahan pada Tasya yang tampak bingung. "Hagia itu adik gue yang kedua. Hanna itu nama anaknya yang pertama."

Satu alis Elan menukik tinggi mendengar ucapan Abigail, "Hagia hamil anak kedua?" Elan menghitung di kepalanya dengan cepat, "Bukannya Hanna belum genap setahun? Baru sepuluh bulan kan kalau nggak salah?"

Every Nook And Cranny [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang