ENAC - 11. Hagia Dan Penyelidikannya

7.5K 1K 25
                                    


Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.

Thank you :)

🌟

Abigail selalu tahu kalau Hagia itu adalah ular licik yang selalu memanfaatkan setiap kesempatan. Apalagi ketika hamil seperti sekarang, adiknya tahu betul kalau permintaannya seperti hukum bagi orang yang mendengar. Awalnya mungkin mereka bersemangat, berpikiran kalau hanya di awal-awal kehamilan Hagia. Toh, ini keponakan pertamanya. Tidak ada satu pun yang mengira kalau keinginan aneh Hagia itu akan berjalan selama sembilan bulan.

Si licik satu itu pun sering mengeluarkan kalimat seperti "nanti baby-nya ngiler kalau nggak keturutan" atau hal-hal sejenis yang akan membuat mereka merasa bersalah jika tidak menurutinya. Memang kurang ajar adiknya yang satu itu.

"Mentang-mentang hamil cucu kedua," dumelnya pelan setelah turun dari taksi online. Abigail menunggu hingga pintu itu dibukakan setelah ia memencet bel. Pagar dari kayu dan besi yang berukuran besar otomatis terbuka hanya dengan satu tombol. "Apa mereka nggak bisa bikin pintu kecil supaya orang nggak ribet apa, ya?"

Abigail mengucapkan terima kasih pada satpam yang menjaga di pos dekat dengan pagar yang setinggi dua meter itu. Senyum ramah diberikan oleh satpam yang sudah mengenalnya lantaran sering mendatangi rumah ini ketika Hagia sedang hamil Hanna. Apalagi jika bukan karena adiknya itu menyuruhnya untuk membeli ini-itu. Abigail yakin ini adalah balas dendam Hagia karena dulu Abigail sering kali menyuruh adiknya itu mengambil apa pun ketika mereka kecil. Bukan salahnya tumbuh lebih besar dan dapat memerintahkan adiknya yang mengintilinya setiap hari kan?

Omelan Abigail tidak berhenti hingga pintu rumah Hagia yang juga berukuran besar. Intinya tidak ada yang kecil atau seukuran normal di rumah adiknya ini. Yang dapat menghentikan mulutnya berceloteh hanyalah suara teriakan Hanna yang terdengar begitu ia membuka pintu depan. Hanya butuh sepersekian detik untuk moodnya berubah dari masam ke ceria, apalagi melihat Hanna dengan rambut lurusnya diikat air mancur tengah merangkak ke arahnya.

"Ponakan tante paling cantik," Abigail meraup Hanna ke dalam pelukannya setelah meletakkan satu kantong plastik yang berisikan martabak di atas meja. "Kamu kok makin gemesin, sih?" ia menggigit pipi Hanna yang terkikik dengan bibirnya. Membawa bocah itu ke four-seater sofa berwarna krem dan mulai menggelitiki perut bulat keponakannya yang menyembul di balik onesie berwarna merah muda.

Abigail terlalu larut dengan Hanna hingga tidak menyadari Elijah yang sudah duduk di single sofa berwarna abu-abu dengan wajah yang kusut. "Lo bawa kan martabaknya?" tanya iparnya itu lesu membuatnya tertawa.

"Lo habis dikerjain sama Hagia semalaman, ya?"

"Gue bahkan nggak bisa pejamin mata barang satu detik, Bi."

Abigail tertawa karena tebakannya benar. Hagia tidak akan segan-segan membangunkan suaminya untuk meminta sesuatu. "Kali ini dia minta push present apa lagi?" Abigail bertanya mengenai hadiah yang diminta Hagia setelah melahirkan nanti. Pada saat Hanna, adiknya itu meminta cincin berlian berukuran besar yang dapat membeli rumah. Abigail tidak tahu dari mana adiknya itu mendengar mengenai push present itu, tetapi Hagia sudah pasti akan memanfaatkannya sebaik mungkin.

"Itu belum dia omongin. Belum kepikiran kayaknya karena masih sibuk muntah."

"Semakin susah hamilnya, semakin besar hadiah yang harus lo siapin begitu dia melahirkan," Abigail tertawa puas dengan Hanna di pangkuan, menarik-narik rambut ikalnya hingga ia meringis. Untuk ukuran bayi, cengkeraman keponakannya ini sangat kencang. Susah sekali untuk membuka tangannya yang terkepal.

Every Nook And Cranny [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang