Jangan lupa vote, komen dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
🌟
Pertanyaan terakhir Reta membuat gambaran mengenai Tasya yang juga cemburu akan kedekatan dengan ibunya muncul di kepala Elan. Setiap pertanyaan itu berkelebat di kepalanya, Elan tidak berhenti untuk bergidik ngeri. Ia tidak bisa menampik kalau gejala yang ditunjukkan oleh Tasya semakin parah dari hari ke hari. Jika hanya cemburu biasa, Elan dapat memakluminya. Toh sesekali ia juga merasakan cemburu jika pacarnya memilih untuk bercerita mengenai hubungannya kepada cowok lain ketimbang berbicara langsung padanya. Menurutnya, jika ada sesuatu yang bermasalah dalam hubungan mereka, ya seharusnya dirinya tempat yang pertama di tuju. Hal yang tidak pernah dilakukannya pada Abigail, mau sedekat apa pun mereka.
Pertanyaan yang diberikan oleh Reta tersangkut di kerongkongan Elan tanpa sanggup dilontarkannya kepada Tasya yang kini berdiri dengan wajah yang merah padam. Emosi Tasya tergambar jelas melalui sorot mata yang menatapnya tajam serta dadanya yang bergerak naik turun dengan tempo yang sangat cepat diiringi dengan nafas yang memburu.
"Memang benar kan kecurigaanku selama ini? Kamu punya hubungan dengan Abi di belakangku?" tuduh Tasya dengan suara kencang.
Elan mengusap wajahnya kasar. Frustrasi karena tidak tahu harus mengatakan apa lagi pada Tasya. Tubuhnya sudah selelah kepalanya, apalagi telinganya yang terus mendengar ucapan serupa. "Kenapa kamu selalu membuat pembicaraan ini mengenai itu? Aku mau bicara kayak gimana pun kamu nggak bakalan dengar, karena hanya itu terus yang bercokol di kepalamu," ujar Elan lelah. Pembicaraan ini hanya berputar di sana tanpa ada jalan keluar yang jelas. Seluruh perkataannya seperti masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan secepat Shinkansen. Elan menyenderkan bahunya ke punggung sofa. Malas melanjutkan pembicaraan ini.
Tasya mendengkus, kedua tangan cewek itu kini terjulur untuk mengambil tas yang berada di sofa tanpa sepatah kata pun. Gerakan kasar yang dibuat oleh Tasya membuat Elan tahu pasti kalau kemarahan masih bernaung di atas kepala cewek itu dan berbicara sekarang hanya akan membuat mereka berdua tarik urat.
"Kamu mau pulang? Aku antarkan," katanya seraya berdiri dan berjalan ke bufet tempatnya menaruh kunci-kunci. Mau semarah apa pun ia, rasanya tetap tidak benar membiarkan pacarnya pulang sendirian di malam hari. Tetapi langkahnya terhenti karena ucapan Tasya.
"Enggak usah. Aku pulang sendiri dan kamu bisa mulai memikirkan untuk bersama aku dan jangan menghubungi Abi atau kita putus." Lalu suara pintu apartemennya yand dibanting oleh Tasya mengisi ruangan dan menyisakan desahan nafas berat dari Elan dan dirinya yang mengacak rambut dengan kasar.
**
"Kenapa lo mutung?" Hagia menyapanya dengan alis yang berkerut.
Abigail menerobos masuk melewati sela yang ada di antara pintu dan juga tubuh Hagia. Dua minggu berlalu semenjak ia ke apartemen Elan dan Abigail tidak berminat untuk menghubungi cowok itu. Bahkan untuk sekedar marah karena ikut andil dalam menjebaknya bertemu dengan Beno. Ada kemarahan yang meletup-letup hingga ia terlalu malas untuk mengonfrontasinya kepada Elan."Enggak ada apa-apa," jawab Abigail setelah bokongnya mendarat dengan mulus di sofa dan hidungnya mencium aroma floral yang lekat di udara. Ia merasakan sofa di sebelahnya sebelum suara Hagia kembali mengudara di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Every Nook And Cranny [FIN]
ChickLit[PART LENGKAP] May contain some mature convos and scenes Bagi Abigail Williams, El adalah tempatnya berkeluh kesah setelah diputus oleh para mantan pacarnya yang kurang ajar. Tempatnya meminjam kaos, sweater serta hoodie yang nyaman tanpa perlu di...