𝐡𝐚𝐦𝐢𝐥 -2

304 35 0
                                    

"Ngger, gw jadi puyeng dah" Rahma berkeluh kesah, ia memegang temporalnya sendiri

"Napa dah?"

"Itu, gw disuruh milih SMA"

"Ya, sebelah sekolah Sabi. Ambil Smaga juga lumayan" Angger hanya memainkan gawainya, sambil rebahan di kasur ruang kerja Heeseung

"Ya... Gw masih bingung" Rahma kini bangkit, membuka pintu

"Mau kemana lo?"

"Nemuin pak Mahes, pusing lagi gw"

.........

"Heeseung, Aahhnn" mereka masih 'bermain', terdengar erangan nikmat Sunoo dari dalam

"Weh, jangan diganggu. Kalo lo pusing mending tidur"

"Temenin gw jalan dong, sekalian beli jajan" Rahma keluar, begitu pula Angger. Mereka menutup pintu dengan perlahan, lalu berjalan di gang depan rumah

"Tumben lo mau jalan, biasa nontonin si Jaemin ensiti" Mereka berdua berjalan santai, di gang yang sepi itu. Hanya terdengar suara jangkrik, radio dari pos ronda, serta anak anak yang mengaji di masjid 

"Pernah ga si lo berpikir, kalo mati lebih baik daripada hidup dibawah tekanan?" Rahma memandangi lengan nya sendiri, Angger berfirasat buruk 

"Ngebarcode lo ?"

Glosarium 

Barcode: tindakan self harm (menyakiti diri sendiri) dengan cara mengiris lengan / anggota tbuh lain menggunakan benda tajam; silet, pisau, cutter; sehingga tampak bekas seperti barcode (kode batang)

"Dulu si iya, skrg ngga"

"Enak?" 

Rahma duduk sebentar, lututnya membuat iya merintih dalam diam. Ia belakangan punya masalah lutut, entah mengapa dengan dia.

"Enaknya ngga, cuma puas aja. Masalah gw ilang abis liat darah ngalir"

"Minum" Angger memberi sebuah botol air kemasan, yang ia bawa dari rumah. 

Rahma membuka segel tutup botol itu, meminumnya sedikit, lalu menumpahkan air itu di tangan nya. Tangan yang basah itu, ia oleskan ke mukanya, angin malam yang bertiup membuat wajahnya segar seperti es.

"Lah, udah di jalan gede. Sekalian deh, gw laper" Angger berlari kejalan itu, mencari rumah makan terdekat yang menjual rendang daging. Rahma terus duduk, sakit lututnya tidak tertahankan. Ia memukul lututnya sendiri, berharap sakit lututnya segera sirna. 

"Rahma?" 

"Eh, lo kar. Ngapain?" Kartika muncul di hadapannya. Berpakaian piyama lengan panjang, serta bermasker.

"Makan si. Kuy temenin gw" Ia menjulurkan tangannya, berharap Rahma meraih tangan itu, dan berdiri bersamanya 

"Kar, gw boleh ngomong?"

.

.

.

.

.

.

.

.

"Heeseung" Sunoo lirih, ia terbangun dari tidur singkatnya. Ia lelah, setelah memadu kasih bersama Heeseung barusan.

"Sayang, ada apa?"

"Kau, kecewa bukan?" ia duduk, bersandaarkan bantal 

"Kenapa? aku ga kecewa kok"

"Masalah tes tadi siang"

"Oh, itu ya... gimana ya? prioritasku sekarang kamu, bukan yang lain" ia mengelus pipi bulat istrinya, berpandangan satu sama lain. Heeseung lalu tidur di pangkuannya yang masih telanjang itu, hanya tertutup oleh selimut 

"Emh, hee"

"Berdiri si, gabisa dianggurin kan?" 

"Anu, anak tadi sepertinya bukan anak biasa..." Sunoo teringat, anak yang hamil tadi. 

"Maksudnya?"

"Gelang, anting, cincin emas. Sepatu nike, tas channel, sepertinya bukan anak dari keluarga biasa" Sunoo mengingat semua barang bawaan gadis itu 

"Dia, sepertinya anak dari orang tua donatur di sekolah ini" Heeseung mengingat ingat wajah anak itu. Benar, ia adalah anak dari wangsa Candrakarsa, donatur terbesar tahun 2019. 

"Heeseung, ku laper" 

"Makan mie ya, kubuatin" Mantel mandi putih ia kenakan, tanpa pakaian apapun. Ia pergi kedapur, memasak mie instan untuk mereka berdua

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Siapa ?"

Ia bertanya kepada gadis yang berbadan dua itu

"Tak perlu takut, kemanananmu kami lindungi" kepala sekolah juga menguatkan pernyataan itu

"Zaki pak"

"Zaki... Anak 9H?" Heeseung membuka absensi kelas 9

"Iya pak"

"Sunoo" Heeseung bersyarat, membawa anak itu pergi keluar ruangan kepala sekolah yang dingin itu

"Aduh pak Mahes, saya kira, kasus ini terlalu berat. Pak Candrakarsa juga belum bisa ditemui, bisa syok juga bukan?" Kepala sekolah memainkan pulpen nya, resah gundah gulana

"Zaki ini kan anak berandalan pak, bisa pacaran sama pemilik grup Candrakarsa ya pak" ia ingat, Zaki adalah anak yang sama, yang memecahkan kaca kelas 8F 3 kali karena bermain bola

"Pak Mahes, sebaiknya kasus ini diserahkan ke pihak terkait pak. Kalau bapak memang nekat, sekolah, terutama yayasan tidak bisa jamin keselamatan bapak" Kepala sekolah angkat bicara, ia khawatir apabila Heeseung mendekam dalam penjara, ia akan berurusan dengan kedutaan besar Korea Selatan.

Heeseung mengangguk mengerti, keluar dari ruang kepala sekolah, dan menuju ruang BK

"Heeseung, pangku.."

"Apa sayang ? Ya sini"

Hari ini, Sunoo terlampau manja. Setelah perang tadi malam, ia terus terusan malas berangkat sekolah, bahkan hanya tiduran di UKS.

"Hari ini selesai kan, pulang"

"Tensiin dong, mendadak agak pusing" Heeseung berbaring sejenak, mungkin hipertensinya kumat. Sunoo mengambil tensi aneroid kali ini.

"Cantik"

"Diem ih, lagi ditensi jangan ngomong"

"Sinii" ia menarik lengan Sunoo, agar ia mendekat. Perutnya terbentur keras di sisi ranjang

"Akh, Heeseung. Hee.."

Darah?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Saat Saya Purna || HeeNoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang